Tunisia tertarik pelajari teknologi modifikasi cuaca Indonesia untuk atasi kekeringan

Jakarta – Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati menyatakan bahwa Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) telah memberikan dampak positif dalam menghadapi perubahan iklim. Hal ini disampaikannya saat pertemuan bilateral dengan Menteri Agrikultur, Sumber Daya Hidraulik, dan Perikanan Tunisia, Abdelmonaam Belaati.

“Seiring dengan tingginya intensitas cuaca ekstrem, negara kami (Indonesia) banyak menderita akibat bencana, dan itulah mengapa TMC menjadi salah satu pendekatan mitigasi yang bisa dilakukan saat kita terancam,” kata Dwikorita dalam keterangan resmi di Posko TMC Bandara Internasional Ngurah Rai, Bali, Rabu, 22 Mei.

Dwikorita menjelaskan bahwa TMC dapat dilakukan untuk memitigasi bencana seperti cuaca ekstrem yang disebabkan oleh perubahan iklim. Misalnya, Indonesia pernah mengalami cuaca ekstrem akibat fenomena El Niño pada tahun 2015, 2016, dan 2019, di mana banyak wilayah mengalami kekeringan dan kebakaran hutan.

“Akibat kejadian tersebut, banyak kerugian yang ditimbulkan dan membuat masyarakat menderita. Berdasarkan hasil analisis BMKG pada saat El Niño tahun 2023, kami telah belajar banyak dan memanfaatkan TMC sebagai bentuk mitigasi terhadap dampak bencana yang dihasilkan,” jelasnya.

Dwikorita menambahkan, pada saat El Niño, sering kali terjadi penurunan air tanah yang menciptakan lahan sangat kering dan sensitif terhadap kebakaran hutan.

“TMC bisa digunakan untuk mengantisipasi kebakaran tersebut dengan menyemai awan-awan di wilayah yang rentan mengalami kebakaran hutan dan lahan. Data yang dimiliki BMKG menunjukkan sekitar 80-90% pengurangan kebakaran hutan,” ujarnya.

Sementara itu, Pelaksana Tugas (Plt.) Deputi Bidang Modifikasi Cuaca BMKG, Tri Handoko Seto, menyampaikan bahwa BMKG telah melakukan cloud seeding selama lima hari untuk menangani bencana hidrometeorologi banjir bandang dan banjir lahar hujan di Sumatra Barat. Sebanyak 15 ton garam disemai di wilayah tersebut untuk mengurangi intensitas hujan yang tinggi dan berpotensi membawa material vulkanik sisa letusan Gunung Marapi.

“TMC sangat penting untuk menyelamatkan nyawa, menjamin kemakmuran, dan kesejahteraan manusia karena membantu produksi pertanian di daerah kering. Oleh karena itu, usaha ini harus terus dilakukan secara kolektif,” tegas Seto.

Menteri Agrikultur, Sumber Daya Hidraulik, dan Perikanan Tunisia, Abdelmonaam Belaati, mengapresiasi kemampuan BMKG dalam melakukan TMC. Menurutnya, TMC merupakan upaya yang sangat baik demi menjaga keberlangsungan hidup manusia.

“Tunisia mencatat kekeringan selama 5-7 tahun yang menyebabkan pasokan air berkurang. Dengan kunjungan ke Indonesia, Tunisia ingin mencari solusi bagaimana TMC bisa dilakukan dengan efektif,” ujar Abdelmonaam.

Saat ini, Tunisia sedang melakukan desalinasi air laut dan memikirkan bagaimana menggunakan air bekas dan air olahan untuk mengatasi kekeringan.

“Solusi lainnya adalah bagaimana melakukan modifikasi cuaca untuk mendatangkan hujan. Itu sangat penting dan itulah sebabnya kami ada di sini hari ini dan berharap dapat terus bekerja sama,” pungkasnya. (Hartatik)

Like this article? share it

More Post

Receive the latest news

Subscribe To Our Weekly Newsletter

Get notified about new articles