Smelter nikel baru akan wajib gunakan sumber listrik EBT

Jakarta – Pemerintah akan mewajibkan smelter nikel baru yang menerapkan teknologi Rotary Kiln Electric Furnace (RKEF) untuk menggunakan listrik dari sumber energi baru terbarukan (EBT). Smelter tersebut nantinya menghasilkan produk olahan nikel kelas dua berupa nickel pig iron (NPI) dan feronikel (FeNi). Nickel pig iron adalah agrerat yang terdiri dari bijih nikel kadar rendah, batu bara kokas, dan campuran kerikil dan pasir sebagai alternatif penggunaan nickel murni yang relatif lebih mahal yang diperlukan dalam proses produksi baja anti karat.

Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia dalam acara diskusi ‘Membangun Ekosistem Baterai Kendaraan Listrik’, mengatakan bahwa smelter baru berteknologi RKEF akan dilarang menggunakan PLTU batu bara sebagai sumber listriknya.

Lebih lanjut, Bahil memastikan pemerintah tidak akan lagi memberi insentif berupa pengurangan pajak atau tax holiday bagi smelter nikel baru berteknologi RKEF. Kebijakan tersebut diambil dengan mempertimbangkan nilai tambah yang dihasilkan dari produk tersebut.

Tidak ada investasi baru untuk RKEF

Menteri ESDM Arifin Tasrif mengatakan bahwa pihaknya sudah mengimbau untuk tidak ada lagi investasi yang masuk dalam pembangunan smelter nikel baru berteknologi RKEF, khususnya yang menghasilkan produk olahan nikel kelas dua berupa nickel pig iron (NPI) dan feronikel (FeNi).

Ketua Umum Perhimpunan Ahli Pertambangan (Perhapi) Rizal Kasli telah beberapa kali mengusulkan kepada pemerintah untuk melakukan moratorium smelter nikel jika belum ditemukan cadangan nikel baru yang tersedia di Indonesia.

Menurutnya, cadangan bijih nikel berkualitas tinggi atau saprolit di Indonesia paling lama hanya cukup untuk tujuh tahun lagi. Sedangkan untuk jenis bijih nikel kadar rendah atau limonit, cadangan yang ada saat ini bisa tahan hingga 33 tahun ke depan.

“Kami beberapa kali usul dilakukan moratorium pembangunan smelter pirometalurgi karena menggunakan nickel ore kadar tinggi, saprolit, yang minim. Kalau digenjot terus, kita khawatir ketahanan cadangan nikel riskan,” ungkap Rizal. Ditambahkannya, kebutuhan nikel di Indonesia mencapai 460 juta ton, bila semua smelter nikel di Indonesia beroperasi baik yang eksisting maupun yang baru. (Hartatik)

Foto banner: Morowali Utara, Indonesia. November 2022: Kelanjutan Pembangunan Smelter Furronikel, produksi feronikel. (Eklesia_Magelo / shutterstock.com)

Like this article? share it

More Post

Receive the latest news

Subscribe To Our Weekly Newsletter

Get notified about new articles