PLN rancang kombinasi energi terbarukan, gas dan nuklir hingga 2040

Jakarta – Sebagai bagian dari upaya Indonesia mencapai Net Zero Emission (NZE) pada 2060, PT PLN (Persero) merancang strategi energi jangka panjang yang mengintegrasikan kombinasi energi terbarukan, gas, dan nuklir hingga tahun 2040. Langkah ini merupakan respons terhadap tantangan energi yang semakin mendesak, di mana kebutuhan energi nasional terus meningkat seiring dengan upaya pengurangan ketergantungan pada batu bara dan bahan bakar fosil lainnya.

Direktur Manajemen Risiko PLN, Suroso Isnandar, mengungkapkan bahwa PLN telah menyusun skenario pengembangan energi yang ambisius hingga 2040. “Kami berencana untuk mengakselerasi penggunaan energi terbarukan hingga mencapai 75 persen dari total pasokan energi, dengan penambahan 25 persen dari gas dan 2,4 GW energi nuklir. Ini adalah bagian dari komitmen kami untuk mendukung transisi energi yang berkelanjutan,” ujar Suroso dalam keterangan tertulis, pada seminar bertajuk “Indonesia Goes Nuclear: Technology Preparation and Human Resources Development”, Minggu, 1 September.

Seminar yang digelar di auditorium PLN ini dihadiri oleh berbagai pemangku kepentingan, termasuk akademisi, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Dewan Energi Nasional (DEN), serta perwakilan dari perusahaan nuklir global Rusia, Rosatom. Boris Arseev, Direktur Pengembangan dan Bisnis Internasional Rosatom, memimpin delegasi Rusia dalam seminar tersebut, menandai potensi kerja sama internasional dalam pengembangan energi nuklir di Indonesia.

Sejak era kepresidenan Bung Karno pada tahun 1950-an, Indonesia telah menginisiasi pengembangan energi nuklir. Hingga kini, Indonesia telah mengoperasikan tiga reaktor riset: Reaktor TRIGA 2000, Reaktor Kartini, dan Reaktor Serba Guna GA Siwabessy. Presiden terpilih Prabowo Subianto dalam pertemuannya dengan Presiden Rusia, Vladimir Putin, pada 31 Juli 2024, menyatakan minatnya untuk mengembangkan teknologi Small Modular Reactor (SMR) di Indonesia, yang diyakini dapat memberikan solusi bagi kebutuhan energi yang lebih efisien dan ramah lingkungan.

“PLN juga telah memetakan rencana penggunaan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) di Indonesia. PLTN skala besar akan diimplementasikan di wilayah barat, sementara PLTN skala kecil (SMR) akan dikembangkan di bagian timur Indonesia,” jelas Suroso.

Dalam konteks global, tren saat ini menunjukkan pergeseran menuju pembangunan reaktor modular. BRIN telah memulai langkah penting dengan mengembangkan desain SMR bernama PELUIT 40, yang memiliki kapasitas 40 megawatt. Reaktor ini tidak hanya menghasilkan listrik tetapi juga memanfaatkan panas buangannya untuk produksi hidrogen, memperkuat peran energi nuklir dalam diversifikasi energi Indonesia.

Tri Mumpuni, seorang pegiat energi rakyat yang menjadi moderator dalam seminar tersebut, menekankan pentingnya mempersiapkan sumber daya manusia yang kompeten dalam teknologi nuklir.

“Menghadapi target Net Zero Emission 2060, Indonesia perlu memanfaatkan teknologi nuklir yang aman dan dikelola oleh para ahli. Kerja sama dengan negara-negara yang memiliki teknologi nuklir maju, seperti Rusia, adalah peluang besar untuk Indonesia,” ungkap Tri.

Dengan perencanaan ini, PLN berharap dapat menciptakan sistem energi yang lebih stabil, ramah lingkungan, dan berkelanjutan, sekaligus memperkuat ketahanan energi nasional menghadapi tantangan masa depan. (Hartatik)

Like this article? share it

More Post

Receive the latest news

Subscribe To Our Weekly Newsletter

Get notified about new articles