Konsentrasi polutan udara Jakarta lima kali di atas ambang aman

Jakarta – Koalisi masyarakat sipil memperingati satu tahun kemenangan gugatan warga negara atas hak udara bersih yang jatuh pada hari Jumat (16/9), dengan melakukan aksi di depan Balai Kota DKI Jakarta. Koalisi yang menamakan diri Inisiatif Bersihkan Udara Koalisi Semesta (Koalisi Ibukota) tersebut melaksanakan aksi untuk mengingatkan Gubernur DKI Jakarta agar segera menjalankan kewajibannya untuk memperbaiki kualitas udara Jakarta.

Baru-baru ini Greenpeace India merilis riset bahwa konsentrasi polutan udara di Jakarta lima kali lebih besar dari standar ambang aman. Dari lima wilayah yang telah didata yakni Jakarta Pusat, Jakarta Timur, Jakarta Barat, Jakarta Selatan, dan Jakarta Utara, tak ada satu pun yang menunjukkan nilai rata-rata tahunan PM2.5 sesuai rekomendasi Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) yakni 5 µg/m³ per tahun. Sebaliknya, kelima wilayah DKI Jakarta tersebut melampaui rekomendasi WHO hingga 7,2 kali lipat.

Juru kampanye Iklim dan Energi Greenpeace Indonesia, Bondan Andriyanu mengatakan, sebagian besar warga Jakarta, termasuk kelompok rentan tidak menyadari bahwa mereka harus menghirup udara dengan kandungan polutan di atas ambang aman. Fakta tersebut terungkap dari laporan riset bertajuk “Udara Berbeda di Langit yang Sama: Riset Mengenai Ketidakadilan Udara (Different Air Under One Sky: The Inequity Air Research)”.

“Riset tersebut menginvestigasi menginvestigasi polusi udara di delapan negara dan meneliti akses masyarakat terhadap stasiun monitoring kualitas udara,” ujarnya dalam keterangan tertulis, Rabu (7/9).

Lebih lanjut, laporan ini juga mengungkap fakta betapa masyarakat yang tergolong kelompok rentan (perempuan, anak-anak, orang lanjut usia, penyandang disabilitas dan sebagainya), khususnya bagi masyarakat yang marjinal secara sosial dan ekonomi, tidak mempunyai pilihan apapun selain harus menghirup udara berbahaya.

Polusi udara merupakan salah satu persoalan lingkungan terbesar yang bisa menimbulkan risiko terhadap kesehatan. Sayangnya, laporan ini menemukan masyarakat rentan termasuk anak-anak (balita), orang lanjut usia, perempuan hamil dan lain-lain, sedikit atau bahkan tidak sama sekali, mendapat akses informasi dan data kualitas udara lokal jika dibandingkan dengan total populasi.

“Di tingkat provinsi, diperkirakan 93% total populasi di Jakarta Raya terekspos udara dengan kadar PM2,5 lima kali lebih besar dari ambang aman. Ini merupakan yang terburuk di Indonesia,” imbuhnya.

Selanjutnya, populasi warga di Banten yang terpapar udara kotor tersebut mencapai 63%. Disusul Sumatera Utara 57% dan Jawa Barat 46%. Sedangkan seluruh kelompok masyarakat rentan terpapar polusi udara di atas ambang aman WHO.

Kondisi ini semakin mempertegas urgensi, agar pemerintah segera mengimplementasikan apa yang sudah diperintahkan oleh hakim dalam sidang putusan gugatan polusi udara yang telah dimenangkan warga negara sejak satu tahun lalu. Di mana di dalam putusan itu Presiden diperintahkan untuk memperbaiki baku mutu udara ambien yang bisa melindungi kelompok sensitif.

“Sudah saatnya pemerintah membuat sistem monitoring kualitas udara di seluruh negeri dan memastikan datanya terpublikasi secara langsung. Dibarengi dengan peringatan kesehatan jika kualitas udara sedang buruk, sehingga masyarakat bisa melakukan langkah-langkah untuk melindungi diri dan kesehatannya,” imbuhnya.

Tidak kalah penting, pemerintah harus tegas untuk menghentikan sumber-sumber pencemar udara, dan memastikan terpenuhinya hak warga negara untuk mendapatkan udara yang bersih dan sehat. (Hartatik)

 

Foto banner: Aktivis Greenpeace Indonesia dan koalisi Ibukota menggelar aksi teatrikal dengan manekin berpesan “Air Kita Bersama” di depan Balai Kota Jakarta, Jakarta. Tindakan itu untuk mengingatkan bahwa satu tahun lalu putusan pengadilan Presiden, Menteri Lingkungan Hidup dan Gubernur DKI Jakarta, Banten, dan Jawa Barat melanggar hukum lingkungan hidup dan mengabaikan kualitas udara yang buruk yang berdampak pada kesehatan warga. Hanya Gubernur Jakarta yang menerima putusan, yang lain mengajukan banding. Batas kredit: © Afriadi Hikmal / Greenpeace

Like this article? share it

More Post

Receive the latest news

Subscribe To Our Weekly Newsletter

Get notified about new articles