Jakarta – Para analis mendesak pemerintah untuk segera menerapkan standar bahan bakar minyak (BBM) Euro 4 sebagai salah satu solusi efektif mengatasi krisis kualitas udara di Jakarta yang makin mengkhawatirkan, terutama saat puncak musim kemarau antara Juni hingga Agustus.
Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR), Fabby Tumiwa, menekankan bahwa rendahnya kualitas BBM di Indonesia berperan besar dalam memperburuk polusi udara. “Sebagian besar BBM yang beredar di Indonesia masih memiliki kandungan sulfur yang tinggi, berkisar antara 150 hingga 2.000 ppm. Sementara BBM Euro 4 memiliki kandungan sulfur yang jauh lebih rendah, yaitu 50 ppm,” ujar Fabby dalam rilisnya, Selasa, 17 Desember.
Menurut kajian terbaru “Analisis Dampak Kebijakan Peningkatan Kualitas BBM terhadap Aspek Lingkungan, Kesehatan dan Ekonomi” yang dilakukan IESR bersama Research Center for Climate Change Universitas Indonesia (RCCC UI), Komite Penghapusan Bensin Bertimbal (KPBB), dan Center of Reform on Economics (CORE), penerapan BBM Euro 4 secara penuh mulai 2025 hingga 2030 dapat menurunkan polutan berbahaya secara signifikan. Particulate matter (PM) 2.5 yang menjadi ancaman utama kualitas udara dapat berkurang hingga 96 persen, sementara emisi sulfur oksida (SOx) dan nitrogen oksida (NOx) bisa ditekan antara 82 hingga 98 persen.
Fabby menyoroti bahwa dampak polusi udara terhadap kesehatan sangat besar. Klaim BPJS Kesehatan akibat penyakit terkait polusi di Jakarta saja mencapai Rp1,2 triliun pada 2023. “Penyakit jantung iskemik menyumbang klaim terbesar senilai Rp471 miliar, sementara pneumonia serta influenza menyusul dengan nilai Rp409 miliar,” ungkapnya.
Analis Kebijakan Lingkungan IESR, Ilham RF Surya menjelaskan bahwa penerapan BBM Euro 4 akan berdampak pada peningkatan biaya produksi. “Ada kenaikan biaya produksi sekitar Rp200 hingga Rp500 per liter. Pemerintah perlu merancang skema pembiayaan yang adil, apakah melalui subsidi, pembebanan pada konsumen, atau dengan membatasi akses BBM bersubsidi hanya untuk kelompok masyarakat tertentu,” kata Ilham.
Namun, di balik tantangan biaya tersebut, terdapat potensi penghematan yang signifikan pada sektor kesehatan. Kajian IESR memproyeksikan bahwa pengurangan klaim BPJS untuk penyakit pneumonia, jantung iskemik, dan penyakit paru obstruktif kronis (PPOK) pada 2030 bisa mencapai Rp550 miliar.
Fabby menegaskan bahwa penerapan BBM Euro 4 harus diiringi dengan kebijakan transportasi berkelanjutan untuk hasil yang lebih optimal. (Hartatik)
Foto banner: Shutterstock