60% pembangkit EBT bertumpu pada energi surya

Fabby Tumiwa, Direktur Eksekutif IESR (kiri) memaparkan resume acara Indonesia Solar Summit 2022 secara virtual, Selasa (19/4). (Foto: Hartatik)

Jakarta – Energi surya menjadi tumpuan dalam penyediaan listrik nasional. Pasalnya, 60 persen dari kapasitas pembangkit energi baru terbarukan (EBT) 587 GigaWatt (GW) berasal dari energi surya sebesar 361 GW.

“Untuk mencapai net zero emission pada 2060, energi surya akan berperan penting dalam penyediaan listrik nasional,” ujar Sekretaris Jenderal Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Ego Syahrial dalam acara Indonesia Solar Summit 2022 yang diselenggarakan oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) bekerja sama dengan Institute for Essential Services Reform (IESR), Selasa (19/4).

Lebih lanjut, menurut Ego, potensi Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) mencapai 3.400 GW. Saat ini, pemerintah memiliki tiga program besar dalam pemanfaatan energi surya yakni PLTS atap, PLTS ground-mounted skala besar, dan PLTS terapung. Implementasi beragam program ini membutuhkan kontribusi dari banyak pihak, tidak hanya pemerintah, pemegang wilayah usaha, maupun pengembang energi terbarukan, tetapi juga para pengguna energi, seperti sektor komersial dan industri.

Melalui kegiatan Indonesia Solar Summit 2022 diharapkan ada komitmen dari pemerintah pusat, daerah, konsumen listrik, pengembang swasta dan BUMN, BUMD dan masyarakat untuk mendorong adopsi PLTS yang lebih besar dan memobilisasi investasi yang diperlukan.

“Adanya komitmen untuk mewujudkan 2,3 GW proyek PLTS pada 2022 dan 2023 yang dideklarasikan oleh 31 perusahaan, dan rencana pembangunan pabrik komponen pendukung PLTS di Indonesia memberikan angin segar bagi investasi energi surya di Indonesia,” imbuhnya.

Ego menambahkan, PLTS atap merupakan salah satu quick wins percepatan pemanfaatan energi surya melalui kontribusi langsung dari para pengguna energi, khususnya bagi industri untuk memenuhi tuntutan pasar yang semakin kuat terhadap produk hijau.

Adapun dukungan dari manufaktur lokal juga sangat diperlukan untuk memenuhi tingkat komponen dalam negeri dan memberikan manfaat yang besar, terutama dalam hal penciptaan lapangan kerja. “Disamping itu aspek kemudahan, akses pembiayaan murah, insentif, dan fasilitas pembiayaan lainnya sangat penting untuk memberikan kelayakan finansial dan meningkatkan investasi energi terbarukan seperti PLTS,” ungkapnya.

Sementara itu, Michael R Bloomberg, Pendiri Bloomberg LP dan Bloomberg Philanthropies serta Utusan Khusus PBB untuk Ambisi dan Solusi Iklim, menekankan pentingnya beralih ke energi terbarukan sebagai salah satu solusi yang tepat dalam meraih bebas emisi. Bahkan, menurutnya, semakin mendorong masuknya investasi terhadap energi surya maka akan mempercepat pembangunan ekonomi hijau yang lebih kuat..

“Indonesia memiliki potensi untuk menjadi pemimpin global dalam tenaga surya. Indonesia Solar Summit ini merupakan kesempatan penting untuk memamerkan dan mempercepat upaya energi bersih negara Indonesia, sebelum para pemimpin anggota negara G20 tiba di Bali November ini,” katanya.

Saat ini, PLTS sudah lebih murah daripada pembangkit listrik tenaga uap di banyak negara. Semakin banyak dilakukan untuk mempercepat investasi tenaga surya, lanjutnya, semakin cepat dapat mengurangi emisi, menciptakan lapangan kerja baru, dan membangun ekonomi global yang lebih kuat dan tangguh.

Pada 2021, IESR mengidentifikasi sejumlah pipeline proyek PLTS skala besar dengan total 2,7 GWac, dengan nilai investasi 3 miliar USD. Pada pergelaran ISS 2022 terangkum jumlah pipeline proyek PLTS hingga 2023 sebesar 2.300 MW yang mencakup PLTS atap (persentase terbesar), PLTS atas tanah, dan PLTS terapung. Untuk memobilisasi potensi investasi ini, tentunya diperlukan ekosistem yang menarik dan mendukung, termasuk kebijakan dan regulasi yang baik, implementasi komprehensif peraturan yang sudah ada, dan dukungan untuk mendorong pengembangan rantai pasok industri PLTS di Indonesia.

Fabby Tumiwa, Direktur Eksekutif IESR menyatakan untuk mencapai target energi terbarukan sebesar 23% pada tahun 2025 sesuai Perpres 22/2017, selain target RUPTL 10,9 GW, dibutuhkan tambahan kapasitas pembangkit energi terbarukan sekitar 4 GW di luar PLN. Tambahan ini bisa disumbang oleh PLTS baik PLTS atap maupun penggunaan PLTS di wilayah usaha non-PLN.

“Dari deklarasi 2,3 GW proyek PLTS di ISS 2022 menunjukkan potensi energi surya yang sangat besar di Indonesia. Indonesia bisa jadi solar power house di Asia Tenggara dengan potensi pertumbuhan 3-4 GW per tahun jika tidak dihalang-halangi. Ini membuka kesempatan mengalirnya investasi hijau, kesempatan menumbuhkan industri PLTS terintegrasi dari hulu ke hilir, dan penyerapan tenaga kerja serta daya dorong pemulihan ekonomi pasca-COVID. Presiden Jokowi perlu melihat potensi ini dan memimpin revolusi energi surya untuk transisi energi di Indonesia,” tandas Fabby. (Hartatik)

Like this article? share it

More Post

Receive the latest news

Subscribe To Our Weekly Newsletter

Get notified about new articles