Jakarta – Pada tanggal 2 Februari 2024, masyarakat dunia memperingati Hari Lahan Basah Sedunia, yang menekankan peran penting lahan basah dalam meningkatkan kesejahteraan manusia dan memastikan kesehatan planet kita. Tema tahun ini, “Lahan Basah dan Kesejahteraan Manusia,” menyoroti hubungan penting antara lahan basah dan berbagai aspek kesejahteraan manusia, termasuk kesehatan fisik, mental, dan lingkungan.
Lahan basah bukan hanya sekedar badan air, tetapi juga merupakan tempat tinggal bagi lebih dari 100.000 spesies dan sumber air tawar yang sangat penting bagi kelangsungan hidup manusia. Ekosistem ini sangat penting dalam menopang kehidupan manusia, terutama melalui pertanian, karena padi yang ditanam di lahan basah memberi makan tiga miliar orang, yang menyumbang 20% dari pasokan makanan dunia. Selain nilai pertaniannya, lahan basah juga berfungsi sebagai penyangga alami, menyerap curah hujan, mengurangi dampak banjir, dan memitigasi gelombang badai, sehingga melindungi masyarakat dari bencana alam.
Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO) telah mengambil langkah signifikan dalam mengadvokasi pelestarian, restorasi, dan pengelolaan lahan basah yang berkelanjutan. Upaya mereka berfokus pada upaya untuk memastikan ketahanan pangan dan mendukung berbagai sektor seperti produksi tanaman dan ternak, kehutanan, perikanan, dan akuakultur. Melalui pengelolaan sumber daya lahan dan air yang terintegrasi, FAO menjawab tantangan-tantangan yang mendesak seperti perubahan iklim, hilangnya keanekaragaman hayati, dan tuntutan-tuntutan dari berbagai sektor yang saling bersaing.
Menandai komitmen bersejarah terhadap konservasi lahan basah, Konvensi Ramsar, yang didirikan pada tanggal 2 Februari 1971 di Ramsar, Iran, kini memiliki 172 Pihak Penandatangan Konvensi di seluruh dunia, termasuk Indonesia, yang bergabung dengan konvensi tersebut pada tahun 1991. Daftar Ramsar merupakan jaringan kawasan lindung terbesar di dunia, dengan lebih dari 2.400 situs yang mencakup lebih dari 2,5 juta kilometer persegi di seluruh dunia.
Indonesia, salah satu pemain kunci dalam konservasi lahan basah, telah menetapkan tujuh situs Ramsar yang mencakup lebih dari 1,3 juta hektar di seluruh negeri. Situs-situs tersebut adalah Taman Nasional Berbak di Jambi, Taman Nasional Sembilang di Sumatera Selatan, Taman Nasional Rawa Aopa Watumohae di Sulawesi Tenggara, Taman Nasional Danau Sentarum di Kalimantan Barat, Taman Nasional Wasur di Papua, dan Suaka Margasatwa Pulau Rambut di Jakarta, serta Taman Nasional Tanjung Puting di Kalimantan Tengah.
Inger Andersen, Direktur Eksekutif Program Lingkungan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNEP), menyoroti saling ketergantungan antara kesehatan manusia dan lahan basah, dengan menyatakan, “Lahan basah merupakan keajaiban alam yang luar biasa, yang menjalankan fungsi-fungsi vital bagi kita dan alam.” Beliau menggarisbawahi pentingnya solusi berbasis alam dalam melindungi, memulihkan, dan mengelola lahan basah secara berkelanjutan, terutama dalam hal degradasi air dan tekanan yang meningkat.
Musonda Mumba, Sekretaris Jenderal Konvensi Lahan Basah, mengingatkan kita akan peran lahan basah yang tak tergantikan dalam sejarah manusia, yang menyediakan makanan, inspirasi, dan ketahanan. Namun, terlepas dari nilainya, lahan basah menghadapi ancaman dari praktik pertanian yang tidak berkelanjutan, polusi, dan perluasan wilayah perkotaan, yang menekankan perlunya upaya konservasi dan restorasi.
Seiring dengan pertumbuhan kota dan meningkatnya kebutuhan akan lahan, tekanan terhadap lahan basah semakin meningkat, yang menyebabkan hilangnya lahan basah dengan cepat. Hari Lahan Basah Sedunia 2024 menjadi pengingat akan perlunya menghentikan perusakan ekosistem yang sangat penting ini. Dengan menumbuhkan pemahaman yang lebih dalam tentang pentingnya lahan basah dan mendorong aksi global untuk melestarikannya, kita dapat memastikan planet yang lebih sehat dan masa depan yang lebih baik bagi semua. (nsh)