Jakarta – Laporan terbaru dari Unicef, dalam Indeks Risiko Iklim untuk Anak, menempatkan Indonesia di peringkat ke-46 dari 163 negara. Peringkat ini mencerminkan tingkat kerentanan yang tinggi terhadap dampak perubahan iklim, terutama bagi anak-anak.
Laporan Climate Landscape Analysis for Children (CLAC) yang disusun oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dan Unicef juga menunjukkan bahwa berbagai gangguan terkait perubahan iklim, seperti peristiwa cuaca ekstrem, kekeringan, banjir, serta kenaikan suhu dan permukaan laut, telah semakin sering terjadi. Gangguan ini berdampak langsung pada layanan sosial yang krusial bagi anak-anak, termasuk pendidikan, kesehatan, serta akses terhadap air bersih dan sanitasi.
“Kita menghadapi tantangan besar dengan semakin seringnya gangguan iklim ini, yang secara langsung menghambat akses anak-anak ke layanan penting dan bahkan menyebabkan malnutrisi,” ujar Laksmi Dhewanthi, Direktur Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, saat membahas laporan CLAC, Selasa, 13 Agustus.
Selain itu, laporan tersebut mengungkapkan bahwa perubahan iklim dapat mengurangi Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia hingga 3,45 persen pada tahun 2050, dengan dampak yang paling dirasakan oleh kelompok masyarakat miskin. Data lain dari laporan ini memperlihatkan bahwa sekitar 28 juta anak di Indonesia terpapar banjir rob, sementara 15 juta anak lainnya terpapar gelombang panas. Polusi udara juga menjadi ancaman serius bagi sebagian besar anak-anak di negara ini.
Laksmi menambahkan bahwa laporan CLAC, dapat menjadi panduan penting bagi pemangku kepentingan dalam merumuskan langkah-langkah strategis untuk melindungi anak-anak dari dampak perubahan iklim.
“Laporan ini diharapkan dapat meningkatkan kebijakan, strategi, dan rencana pembangunan sektor sosial yang berfokus pada anak dalam menghadapi tantangan iklim,” ungkapnya.
Untuk memperkuat upaya perlindungan ini, pemerintah telah memasukkan isu perlindungan anak dalam Enhanced Nationally Determined Contribution (ENDC), sebagai bagian dari komitmen kesetaraan gender dalam pengendalian perubahan iklim. KLHK juga mengembangkan Sistem Informasi Data Indeks Kerentanan (Sidik) untuk menilai kerentanan dan risiko iklim di tingkat desa di seluruh Indonesia. Program sekolah Adiwiyata juga dijalankan untuk meningkatkan ketahanan generasi muda dalam menghadapi dampak perubahan iklim.
Namun, meskipun beberapa inisiatif telah dilakukan, banyak pekerjaan masih perlu dilakukan untuk melindungi anak-anak dengan lebih baik. Laporan CLAC mengusulkan enam strategi utama, termasuk integrasi hak-hak anak dalam kebijakan dan program iklim, peningkatan kolaborasi antara pemerintah, masyarakat sipil, dan sektor swasta, serta pengembangan pengetahuan mengenai dampak perubahan iklim terhadap anak-anak.
Strategi lain yang disarankan adalah pendidikan tentang perubahan iklim untuk anak-anak dan melibatkan mereka dalam aksi iklim, serta meningkatkan sistem peringatan dini dan pengumpulan data iklim. Semua pihak harus bekerja sama untuk memastikan bahwa generasi masa depan terlindungi dari ancaman perubahan iklim yang kian nyata. (Hartatik)
Foto banner: Anak-anak bermain sepak bola di Mesir. Mohamed Hozyen Ahmed/wikimedia commons