Jakarta – Wakil Menteri Keuangan, Suahasil Nazara, menekankan pentingnya memahami keterkaitan antara perubahan iklim dan kesehatan dalam keterangan resmi, Jumat, 27 September.
Dalam konferensi bertajuk “Health and its Interlinkages with Climate and Nature” di Uzbekistan, Suahasil mengatakan bahwa perubahan iklim tidak hanya mengancam ekosistem dan lingkungan, tetapi juga dapat memicu dampak sosial-ekonomi yang serius.
Suahasil merujuk pada studi yang dilakukan oleh Bank Dunia dan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), yang memproyeksikan bahwa pada tahun 2030, perubahan iklim dapat menyebabkan tambahan 132 juta orang jatuh ke dalam kemiskinan ekstrem. Selain itu, sekitar 44 juta orang diperkirakan akan mengalami masalah kesehatan serius sebagai dampak langsung dari perubahan iklim.
“Angka-angka ini sangat mengkhawatirkan, dan proyeksi ini menegaskan betapa besar tantangan yang kita hadapi. Biaya kesehatan global yang timbul dari dampak ini diperkirakan mencapai antara USD 2 hingga 4 miliar setiap tahun,” ujar Suahasil.
Ia menambahkan bahwa beban biaya ini akan sangat dirasakan oleh negara-negara berkembang yang sudah berjuang dengan masalah kemiskinan dan infrastruktur kesehatan yang lemah. “Kita tidak bisa membiarkan ini terjadi. Langkah konkret harus diambil segera,” tegasnya.
Suahasil menyoroti bahwa perubahan iklim saat ini sudah tidak bisa dipandang hanya sebagai isu lingkungan semata, tetapi juga sebagai ancaman serius bagi kesehatan global. Deklarasi COP 28, menurutnya, menjadi titik balik penting dalam pengakuan bahwa kesehatan harus menjadi dimensi utama dalam strategi aksi iklim global.
“Perubahan iklim adalah darurat kesehatan global. Ini bukan hanya tentang lingkungan, tetapi juga tentang kelangsungan hidup manusia. Ratusan juta orang di seluruh dunia, terutama di negara-negara miskin dan berkembang, berada dalam risiko langsung,” ungkap Suahasil.
Indonesia sendiri, kata Suahasil, aktif dalam memperkuat integrasi kebijakan kesehatan dan iklim di tingkat global. Melalui inisiatif seperti G20 Joint Finance and Health Task Force serta Coalition of Finance Ministers for Climate Action, Indonesia terus berupaya mengaitkan pembiayaan kesehatan dengan kebijakan iklim.
“Kita harus mendorong agar isu kesehatan dan perubahan iklim diprioritaskan dalam alokasi anggaran oleh para menteri keuangan di seluruh dunia,” lanjutnya.
Langkah Indonesia dalam transisi energi
Dalam kesempatan tersebut, Suahasil juga menggarisbawahi upaya Indonesia dalam mengurangi ketergantungan pada pembangkit listrik berbahan bakar fosil, terutama batu bara, melalui mekanisme transisi energi. Salah satu inisiatif penting yang telah dikembangkan adalah Indonesia Energy Transition Mechanism, yang bertujuan untuk mempercepat pengurangan emisi gas rumah kaca.
“Indonesia telah mengambil langkah serius untuk mengatasi krisis iklim, termasuk dengan mempercepat transisi dari batu bara ke energi terbarukan. Namun, tantangan ini harus dihadapi secara global karena dampaknya tidak mengenal batas negara,” tutup Suahasil.
Dengan urgensi yang semakin nyata, langkah-langkah terpadu dari berbagai negara diharapkan dapat mengurangi risiko kemiskinan ekstrem dan krisis kesehatan yang diakibatkan oleh perubahan iklim, serta memastikan tercapainya target iklim global dan netralitas karbon pada 2060 atau lebih cepat. (Hartatik)