
Semarang – Warga Desa Karangtengah dan Desa Bakal, Kecamatan Batur, Kabupaten Banjarnegara (Dieng Kulon) berkeberatan atas rencana PT Geodipa Energi membuka lahan power plant Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTPB). Mereka menggelar doa bersama dan aksi damai di depan kantor Geodipa pada hari Minggu (14/8).
Menurut Ardiyanto selaku warga Desa Karangtengah aksi ini didasarkan atas tidak adanya persetujuan warga, tidak dihiraukannya penolakan warga dan ancaman kerusakan terhadap ruang hidup mereka.
Aksi ini berawal dari adanya rencana pembukaan proyek oleh PT Geodipa energi bersama Pj Bupati Banjarnegara yang akan merobohkan bangunan yang ada, pembersihan rumput, dan pengambilan pipa di lokasi yang selama ini ditolak oleh warga pada Kamis lalu.
“Doa bersama dan aksi di muka umum bertujuan untuk menjaga wilayah kami dari ancaman kerusakan lingkungan, keamanan dan kenyamanan,” katanya dalam rilis tertulis.
Selain itu, Dafiq, warga lainnya, menuturkan meskipun proyek PLTPB tidak berada di desa mereka dikhawatirkan dampak bahayanya sampai ke Desa Bakal. Sebab proyek PLTP Dieng 2 hanya berjarak 200 meter dari mata air Sethulu, yang menjadi sumber kehidupan warga.
Pembangunan PLTPB di wilayah Dieng menjadi sumber ketakutan warga karena akibat yang akan ditimbulkan nantinya. Sejak keberadaan PLTPB Dieng, kerusakan sudah terlihat. Salah satunya rasa air yang sudah berubah dan tidak layak untuk dikonsumsi lagi. Kebocoran gas H2S pada 12 Maret 2022 mengakibatkan satu pekerja meninggal dunia dan enam lainnya keracunan.
“Pernah terjadi juga ledakan pipa pada tahun 2007 dan 2016 yang juga memakan korban,” kata Dafiq
Padahal masyarakat mempunyai hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat yang dijamin UU pasal 28 H ayat 1, yakni setiap orang berhak hidup sejahtera lahir batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.
Sementara itu, Manajer Advokasi dan Kampanye Wahana Lingkungan Hidup Jawa Tengah, Iqbal Alma mengatakan, sumber air bersih warga terancam karena proyek geothermal tersebut membutuhkan pasokan air yang banyak. Diperkirakan pembangkit tersebut membutuhkan 40 liter air setiap detik atau 6.500-15.000 liter air untuk setiap megawatt hours atau MWh.
Sementara warga sekitar yang berprofesi sebagai petani terancam mata pencahariannya jika sumber airnya terganggu. “Keberadaan PLTPB di tengah-tengah masyoritas masyarakat Dieng yang menggantungkan hidup pada pertanian jelas akan merampas hidup mereka,” kata Iqbal.
Warga juga masih trauma kejadian ledakkan pada 2007 dan 2017 lalu. Bahkan pada ledakan yang terakhir dua orang menjadi korban meninggal. Ledakkan juga mengakibatkan tanaman pertanian mati dan suhu meningkat panas. Faktor-faktor itu membuat sejumlah warga Banjarnegara menolak keberadaan PLTPB. (Hartatik)