Jakarta – Pengelolaan energi terbarukan sebagai fondasi untuk pasokan listrik yang berkelanjutan sangat penting untuk mencapai komitmen Indonesia mencapai net zero emisi (NZE) pada 2060, terutama pembangkit listrik tenaga air (PLTA) dan pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP), menurut anggota Dewan Energi Nasional (DEN), As Natio Lasman.
Menurutnya untuk mencapai rencana transisi energi yang ambisius ini, pemerintah berfokus pada peningkatan porsi energi baru dan terbarukan, pengurangan penggunaan bahan bakar fosil, pengendalian impor energi, serta memberikan kontribusi nyata terhadap perbaikan lingkungan.
“Kebanyakan lokasi sumber panas bumi terletak di daerah yang belum berkembang,” katanya. Dengan demikian percepatan energi bersih, terutama di sektor panas bumi, akan menciptakan kemajuan infrastruktur, pertumbuhan ekonomi, dan memberikan peluang tenaga kerja yang signifikan.
Dia juga menyoroti pentingnya dukungan sumber daya manusia (SDM) dari masyarakat sekitar yang dapat mendorong pembangunan PLTP. “Dukungan dari masyarakat sekitar, khususnya yang berada di sekitar wilayah panas bumi, sangat penting karena dapat menciptakan kondisi sosial yang kondusif,” sambung As Natio. Operasional PLTP akan memberikan dampak positif bagi kesejahteraan masyarakat setempat.
Namun, As Natio mengakui bahwa salah satu tantangan utama dalam percepatan transisi energi panas bumi adalah kurangnya pemahaman dan kesadaran masyarakat sekitar tentang PLTP. Oleh karena itu, penting untuk meningkatkan pemahaman mereka melalui pendidikan yang memadai, termasuk peran penting perguruan tinggi dalam mendukung transisi energi.
“Perguruan tinggi dapat memainkan peran kunci dalam memperkenalkan dan mendalami studi terkait energi baru dan terbarukan, baik dari aspek teknologi maupun sosial ekonomi,” ujarnya. (Hartatik)
Foto banner: Proyek Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi di Lahendong, Sulawesi Utara memiliki potensi yang dapat menjadi andalan pengembangan energi panas bumi dalam transisi energi menuju NZE pada 2060. (Hartatik)