Jakarta – Pemerintah telah merilis revisi regulasi terkait Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Atap, yang di dalamnya termasuk dihapusnya skema jual beli listrik dari pemasangan PLTS Atap oleh pengguna dan menggantinya dengan pemberian insentif.
Menurut Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM, Dadan Kusdiana, Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 2 Tahun 2024 tentang PLTS Atap yang Terhubung pada Jaringan Tenaga Listrik Pemegang Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik Untuk Kepentingan Umum (IUPTLU), menggantikan regulasi sebelumnya telah ditandatangani pada 29 Januari 2024.
Dikatakannya, sebagai insentif, konsumen yang memasang PLTS Atap hanya akan dikenai biaya standar dan tidak ada biaya tambahan lagi.
Namun, pemerintah juga memberikan pengecualian bagi sistem PLTS Atap yang telah beroperasi sebelum regulasi ini berlaku. Untuk memberi kepastian bagi pemilik PLTS Atap yang telah berinvestasi sebelumnya, Pasal 47 dari Permen tersebut menyatakan bahwa ekspor impor listrik tetap berlaku selama 10 tahun sejak mendapatkan persetujuan dari pemegang IUPTLU.
Dalam upaya menjaga kualitas dan keandalan pasokan listrik, pemerintah menerapkan sistem kuota untuk pengembangan PLTS Atap.
Dadan mengakui bahwa untuk rumah tangga, hal ini mungkin kurang menguntungkan, kecuali jika menggunakan baterai untuk menyimpan energi. Namun, pemerintah tetap optimis dalam mendorong pemanfaatan PLTS Atap, terutama untuk industri-industri.
Dengan konsumsi listrik industri yang relatif stabil, PLTS Atap dapat menjadi solusi yang menjanjikan. “Kita dorong (PLTS Atap) industri, karena punya baseload, dan itu skalanya besar-besar,” tegasnya.
Pemerintah tetap mempertahankan target ambisius pemasangan PLTS Atap sebesar 3,6 GW pada tahun 2025. Namun, pengaturan kuota pengembangan sistem PLTS Atap akan disesuaikan dengan kebutuhan dan keterbatasan sistem PLN, dengan melibatkan Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan dan Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE). (Hartatik)