Jakarta – PLN membutuhkan investasi hingga 500 miliar USD atau Rp 7.500 triliun (kurs Rupiah Rp 15.000 per USD) untuk bisa menjalankan proyek transisi energi. Investasi itu berupa pembiayaan berbunga rendah, kerangka kebijakan, dan kolaborasi proyek.
Direktur Utama PLN, Darmawan Prasodjo dalam keterangan tertulis, Kamis (14/7), mengatakan dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PLN 2021-2030, PLN bakal membangun pembangkit energi baru terbarukan (EBT) sekitar 51,6% dari target penambahan pembangkit baru.
“Seluruh upaya kami nantinya juga akan berdampak langsung pada dunia. Misalkan saja, emisi karbon yang dihasilkan di Bali akan berdampak pada Eropa dan Jepang. Untuk itu, upaya kami dalam menurunkan emisi yang akan berdampak langsung pada dunia ini perlu dukungan,” ujar Darmawan.
Sebelumnya pada bulan Maret, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan bahwa negara hanya mampu memenuhi 34 persen dari total kebutuhan pembiayaan mencapai Rp 3.460 triliun. Dengan demikian anggaran yang dibutuhkan untuk memenuhi komitmen pemerintah dalam mengurangi emisi karbon tidak sepenuhnya bisa dibiayai dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN).
Sementara itu, Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Luky Alfirman menambahkan, dalam menjalankan transisi energi, Indonesia mempunyai PLN sebagai pemain utama.
Menurut dia berbagai upaya penurunan emisi karbon dilakukan oleh PLN, mulai dari penurunan emisi dari sektor pembangkit listrik, hingga mendorong masyarakat terlibat aktif dalam penggunaan energi berbasis listrik dalam kehidupan sehari-hari. Langkah ini dilakukan sebagai upaya menekan ketergantungan pada energi berbasis fosil.
“PLN merupakan salah satu pemain kunci dalam transisi energi. PLN perlu dukungan kolaborasi semua pihak agar program transisi energi yang dicanangkan bisa berjalan dengan baik,” beber Luky.
Pemerintah Indonesia, lanjutnya, sangat terbuka atas skema kerja sama energi bersih untuk mencapai target pengurangan emisi global. Indonesia mendorong adanya skema blended finance yang mampu menjadi win-win solution dari sisi investasi.
Bulan Juni lalu, Presiden Joko Widodo dalam pertemuan KTT G7 di Jerman, mengundang dunia untuk investasi besar dan teknologi rendah karbon untuk mendukung transisi menuju energi bersih yang cepat dan efektif. Dikatakannya, potensi Indonesia sebagai kontributor energi bersih, baik di dalam perut bumi, di darat, maupun di laut, sangat besar.
Asian Development Bank (ADB) pun mengajak semua pihak untuk bisa membantu Indonesia dalam mencapai target pengurangan emisi karbon ini. ADB yang selama ini sudah bekerja sama dengan Indonesia dalam proyek energi bersih mengaku tak lagi ragu atas komitmen Indonesia.
“Kami sudah sejak lama membantu Indonesia dalam proyek energi bersih. Kami tentu saja akan selalu mendukung Indonesia. Kami mengajak semua pihak mempunyai semangat yang sama untuk menjawab kebutuhan Indonesia,” ujar Vice President for East Asia, Asian Development Bank, Ahmed Saeed.
Komitmen ADB terwujud dalam pembiayaan proyek kelistrikan PLN sebesar 600 juta USD yang sudah disepakati Mei 2022 silam. (Hartatik)