Perpres baru jamin ketersediaan energi di tengah fluktuasi harga dan bencana alam

Jakarta – Pemerintah Indonesia menetapkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 96 Tahun 2024 tentang Cadangan Penyangga Energi (CPE) dengan tujuan untuk memastikan ketersediaan energi yang stabil, aman, dan terjangkau bagi seluruh masyarakat, terutama dalam menghadapi fluktuasi harga global dan potensi bencana alam.

Sekretaris Jenderal Dewan Energi Nasional (DEN), Djoko Siswanto, menyatakan bahwa Perpres CPE akan menjadi payung hukum yang diperlukan untuk membangun serta mengelola cadangan energi secara efektif. “Perpres ini akan memberikan arah yang jelas bagi pemerintah dalam memastikan ketahanan energi nasional melalui penyediaan cadangan penyangga yang memadai,” ungkap Djoko, dalam keterangan resmi, Jumat, 6 September.

Pemerintah menyadari risiko besar yang bisa muncul dari fluktuasi harga minyak dunia, bencana alam, atau gangguan pasokan. Untuk itu, Perpres ini diharapkan menjadi pedoman dalam memitigasi risiko tersebut dengan menyediakan cadangan energi yang cukup. Pengaturan mengenai jenis, jumlah, lokasi, dan pengelolaan cadangan ini akan dijalankan secara bertahap hingga tahun 2035.

“Perpres ini mencakup pengaturan CPE yang terdiri dari minyak bumi, bahan bakar minyak (BBM) jenis bensin, dan Liquefied Petroleum Gas (LPG). Jenis-jenis ini dipilih karena peran strategisnya dalam konsumsi nasional dan sebagian besar sumbernya berasal dari impor,” jelas Djoko.

Jumlah cadangan energi yang diatur dalam Perpres ini antara lain mencakup 9,64 juta barel BBM jenis bensin, 525,78 ribu metrik ton LPG, dan 10,17 juta barel minyak bumi. Pemerintah menargetkan untuk memenuhi penyediaan cadangan ini secara bertahap, dengan mempertimbangkan kemampuan keuangan negara.

Tanggung jawab Menteri ESDM

Djoko menjelaskan bahwa Dewan Energi Nasional akan mengatur seluruh mekanisme CPE, sementara pengelolaannya berada di bawah tanggung jawab Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Pengelolaan ini dapat melibatkan badan usaha yang memiliki izin usaha di sektor energi, sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

“Pengelolaan CPE melibatkan pengadaan infrastruktur, pemeliharaan cadangan, dan penggunaan CPE saat kondisi krisis energi atau darurat energi terjadi,” tambah Djoko. Pengadaan cadangan energi ini akan bersumber dari produksi domestik maupun impor, dengan lokasi penyimpanan yang dipilih berdasarkan kelayakan teknis, infrastruktur, serta potensi risiko bencana.

Lokasi penyimpanan CPE akan ditentukan melalui Sidang Anggota DEN, dengan mempertimbangkan optimalisasi infrastruktur yang sudah ada. Jika infrastruktur tersebut tidak mencukupi, pemerintah akan membangun fasilitas baru. “Lokasi ini harus memenuhi persyaratan seperti kemudahan distribusi, rencana tata ruang, serta potensi krisis energi di wilayah tersebut,” jelas Djoko.

Djoko menegaskan bahwa pendanaan pengelolaan CPE akan berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) serta sumber-sumber lain yang sah. Pengelolaan dana ini akan diatur lebih lanjut melalui Peraturan Menteri ESDM. Selain itu, pemerintah juga akan melakukan pembinaan dan pengawasan untuk memastikan pelaksanaan yang sesuai dengan ketentuan.

“Dengan hadirnya Perpres ini, Indonesia semakin mendekati cita-cita menjadi negara yang mandiri di sektor energi. Pemerintah berkomitmen untuk terus mewujudkan ketahanan energi nasional demi kesejahteraan rakyat dan kemajuan bangsa,” tutup Djoko.

Perpres Nomor 96 Tahun 2024 ini juga merujuk pada ketentuan dalam Perpres Nomor 41 Tahun 2016 yang mengatur tata cara penetapan dan penanggulangan krisis energi. Dengan demikian, mekanisme penanggulangan krisis energi dapat dilakukan dengan lebih terstruktur dan terencana, memastikan energi tetap tersedia bagi masyarakat meski dalam kondisi darurat. (Hartatik)

Like this article? share it

More Post

Receive the latest news

Subscribe To Our Weekly Newsletter

Get notified about new articles