Jakarta – Mempensiunkan seluruh pembangkit listrik berbasis (PLTU) batubara di Indonesia pada 2045 menjadi faktor penentu tercapainya bebas emisi (NZE) pada 2050. Saat ini, pemerintah telah membuat strategi untuk menurunkan pengoperasian PLTU secara bertahap dengan penetapan kontrak maksimal 30 tahun.
Sekretaris Jenderal Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Rida Mulyana mengatakan, Senin (11/9), Perpres 112/2022 akan memberikan iklim investasi yang menarik serta pemberian insentif bagi energi terbarukan. Menurutnya, saat ini merupakan momentum yang baik untuk menggenjot pemanfaatan energi terbarukan di tengah tingginya harga energi fosil.
“Kapasitas (PLTU) akan meningkat hingga 2030 dan setelahnya tidak ada pembangunan PLTU baru, dan PLTU terakhir akan pensiun pada 2058,” ungkap Rida pada Indonesia Sustainable Energy Week (ISEW) 2022.
Lebih lanjut, ia menuturkan bahwa untuk mencapai Net Zero Emissions pada 2060 atau lebih cepat sesuai dengan target pemerintah, pihaknya juga berencana membangun supergrid untuk menggenjot pengembangan energi terbarukan sekaligus menjaga stabilitas kelistrikan. Hal ini akan membuka peluang untuk mengekspor listrik ke negara ASEAN lainnya, serta terhubung ke ASEAN supergrid.
“Untuk mendukung dan mengakselerasi energi terbarukan, Indonesia membutuhkan USD 1 triliun pada 2060 untuk pembangkitan dan transmisi energi terbarukan. Kebutuhan pembiayaan akan semakin besar seiring dengan rencana Indonesia untuk melakukan pensiun dini PLTU pada tahun mendatang,” papar Rida.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR), Fabby Tumiwa menilai, Indonesia perlu menghentikan pengoperasian PLTU batubara sebesar 9,2 GW dan seluruh unit PLTU pada 2045. Menurutnya, adanya klausul yang memberikan mandat bagi Kementerian ESDM untuk menyiapkan peta jalan percepatan pengakhiran masa operasional PLTU pada Perpres 112/2022 merupakan langkah awal yang baik. (Hartatik)