Pengamat: Sudah saatnya harga keekonomian Pertamax diserahkan ke Pertamina

Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Nicke Widyawati meninjau Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi Lahendong Unit 5 dan 6 di Tompaso, Kabupaten Minahasa, Sulawesi Utara, akhir April lalu. Data Kementerian ESDM mencatat potensi panas bumi di Indonesia mencapai 23,7 Giga Watt (GW), terbesar kedua di dunia setelah Amerika Serikat. (Foto: Hartatik)

Jakarta – Pengamat Energi Universitas Gadjah Mada (UGM), Fahmy Radhi menilai, sudah saatnya harga bahan bakar minyak (BBM) untuk jenis Pertamax dan Pertamax ke atas diserahkan ke Pertamina agar sesuai dengan harga keekonomian.

“Jadi kalau pada saat harga minyak dunia meningkat ya Pertamax dan Pertamax ke atas itu harganya juga akan dinaikkan,” ujar Fahmy dalam program Market Review di IDX Channel, Kamis (23/6).

Lebih lanjut, Fahmy membeberkan anggaran subsidi energi tahun 2022 mengalami kenaikan yang cukup signifikan, mencapai Rp 502 triliun dari tahun sebelumnya yang hanya sebesar Rp131,5 triliun. Kenaikan itu merupakan konsekuensi dari kebijakan pemerintah yang memilih untuk tidak menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM), harga LPG, dan juga tarif listrik.

Menurut Fahmi, sebenarnya pemerintah bisa saja menyiasati supaya beban anggaran pendapatan belanja negara (APBN) untuk membayar subsidi dan kompensasi tidak terlalu besar. Ia menyampaikan beberapa upaya, seperti kompensasi baru diberikan apabila Pertamina menjual BBM di bawah harga keekonomian. Seperti pertamax yang dijual Rp12.500 sementara harga keekonomiannya sudah mencapai Rp16.000.

“Nah selisih sekitar Rp 4.000 tadi itu yang ditanggung pemerintah dalam bentuk kompensasi. Tapi kalau diserahkan kepada Pertamina, maka pemerintah tidak perlu membayar kompensasi,” pungkasnya.

Potensi energi hijau Indonesia jadi peluang menjanjikan investor

Di tengah tekanan global saat ini dengan adanya konflik Ukraina dan Rusia, yang berpengaruh pada kenaikan harga bahan bakar migas, fokus terhadap industri hijau menguat. Indonesia memiliki banyak potensi energi hijau yang membuat banyak negara tertarik untuk berinvestasi.

Berdasarkan data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Indonesia memiliki potensi energi surya sebesar 207 Giga Watt, energi air mencapai 75 Giga Watt (GW), energi angin 60 GW, bio energi 32 GW, panas bumi 23 GW dan air laut sebesar 17 GW.

“Setiap perwakilan Indonesia berkunjung ke berbagai negara yang menjadi perhatian adalah indsutri energi hijau,” ujar Koordinator Wakil Ketua Umum III Kamar Dagang (Kadin) Indonesia, Shinta W Kamdani dalam program Market Review di IDX Channel, Senin (20/6).

Bahkan, lanjut Shinta, perhatian global terhadap industri hijau ini sudah terlihat sejak rombongan melakukan roadshow ke Amerika. Dikatakannya untuk mencapai net zero emission, peluang Indonesia untuk menarik investor di sektor energi hijau cukup besar.(Hartatik)

Like this article? share it

More Post

Receive the latest news

Subscribe To Our Weekly Newsletter

Get notified about new articles