Jakarta – Pulau Nusa Penida, Bali, membutuhkan investasi sekitar USD 100 juta untuk beralih sepenuhnya ke energi terbarukan pada tahun 2030. Komitmen ini adalah bagian dari inisiatif bersama antara Institute for Essential Services Reform (IESR) dan Pemerintah Provinsi Bali dalam mendukung target Bali Net-Zero Emission 2045. IESR, bersama mitra strategis, telah menyusun peta jalan terintegrasi guna mencapai target tersebut, dengan menekankan pentingnya sinergi antara pemerintah, sektor swasta, dan PLN.
Direktur Eksekutif IESR, Fabby Tumiwa, menyampaikan bahwa proyek Nusa Penida 100 persen energi terbarukan memerlukan langkah-langkah konkret dan kolaborasi berbagai pihak.
“Proyek ini tidak hanya membantu transisi energi nasional, tetapi juga menjadikan Nusa Penida sebagai pulau ikonis yang sepenuhnya menggunakan energi terbarukan. Pemanfaatan sumber energi terbarukan yang melimpah di pulau ini akan meningkatkan daya tarik pariwisata, melestarikan lingkungan Bali, serta menyejahterakan masyarakat setempat,” ungkap Fabby saat penandatanganan MoU pada Indonesia International Sustainability Forum (ISF) 2024, Kamis, 5 September.
Pembangunan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS), biomassa, angin, serta sistem penyimpanan energi menjadi bagian penting dari infrastruktur yang akan menggantikan Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) di Nusa Penida. Menurut Fabby, investasi besar ini diperlukan agar pengembangan energi terbarukan dapat memenuhi permintaan listrik yang meningkat di pulau tersebut sebelum 2030.
“Kami menargetkan untuk mengganti PLTD sepenuhnya dengan energi terbarukan. Ini hanya mungkin jika ada kemitraan yang kuat antara PLN, Indonesia Power, dan investor sektor energi terbarukan,” tambahnya.
Berdasarkan analisis IESR dan Center of Excellence Community-Based Renewable Energy (CORE) Universitas Udayana, Nusa Penida memiliki potensi energi terbarukan yang sangat besar, dengan kapasitas lebih dari 3.219 MW. Potensi ini meliputi 3.200 MW PLTS yang terpasang di tanah, 11 MW PLTS atap, serta 8 MW dari biomassa, belum termasuk potensi angin, arus laut, dan biodiesel. Fabby menambahkan bahwa proyek ini akan dilaksanakan dalam tiga fase, mulai dari pembangunan PLTS hingga penguatan jaringan dan manajemen sistem.
Dukungan dari PLN juga menjadi kunci dalam proyek ini. Dewanto, Vice President Aneka Energi Terbarukan PLN, menyatakan bahwa PLN terus mendukung transisi energi dengan mengurangi ketergantungan pada energi fosil, terutama di daerah yang masih bergantung pada PLTD.
“Kami berkomitmen untuk mengurangi penggunaan energi fosil dan mendukung langkah-langkah menuju Net Zero Emission (NZE),” kata Dewanto.
Dari sisi bisnis, Wakil Ketua Umum Bidang Energi dan Sumber Daya Mineral KADIN Indonesia, Solihin J. Kalla, menyoroti bahwa sektor energi terbarukan dapat menjadi magnet bagi investasi di Indonesia.
“Implementasi peta jalan ini adalah model yang bagus untuk transisi energi yang kolaboratif. Kami berharap kerja sama dengan PLN dan asosiasi energi terbarukan dapat menarik minat investor untuk berinvestasi di sektor energi terbarukan,” ujar Solihin.
Selain PLTS, Andhika Prastawa, Ketua II Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia (METI), menegaskan bahwa PLTS hybrid di Nusa Penida menjadi elemen penting dalam mencapai Bali NZE 2045.
“Kami akan terus mendukung stabilitas PLTS hybrid sebagai tulang punggung energi terbarukan di Bali,” katanya.
Potensi energi angin di Nusa Penida juga mulai dilirik oleh Asosiasi Energi Angin Indonesia (AEAI). Agung Hernawan, Ketua Umum AEAI, mengatakan bahwa pengembangan energi bayu di pulau ini cukup menjanjikan.
“Kami siap mendukung pengembangan energi angin dan berperan sebagai jembatan antara pemerintah dan pengembang energi,” kata Agung.
PT Bali Kerthi Development Fund Ventura (BDF), yang didirikan untuk mendukung transformasi ekonomi Bali, juga akan terlibat dalam mendanai proyek ini. Direktur Utama BDF, I Made Gunawirawan menyatakan bahwa pihaknya akan bertindak sebagai perantara keuangan. “Kami berperan dalam menyediakan pembiayaan untuk pengadaan PLTS bagi masyarakat Nusa Penida sebagai bagian dari implementasi peta jalan energi terbarukan,” ujarnya.
Inisiatif ini juga mendapat dukungan dari beberapa organisasi filantropi dan koalisi yang fokus pada energi bersih, termasuk ViriyaENB dan Koalisi Bali Emisi Nol Bersih yang terdiri dari WRI Indonesia, Nexus Indonesia, CAST Foundation, serta IESR. Dengan kolaborasi ini, diharapkan Nusa Penida bisa menjadi contoh sukses transisi energi yang dapat diterapkan di berbagai wilayah Indonesia lainnya. (Hartatik)
Foto banner: Tampak atas dari bawah pembangkit listrik tenaga surya di lapangan untuk sumber daya energi terbarukan di Bali, Indonesia. Creativa Images/shutterstock.com