Jakarta – Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) menekankan pentingnya Nilai Emisi Karbon (NEK) menjadi pendanaan alternatif bagi pemerintah untuk mencapai target perubahan iklim, baik yang tertuang dalam Nationally Determined Contribution (NDC) pada 2030 maupun Net Zero pada 2060.
Pesan tersebut disebarluaskan melalui acara podcast “Bikin Bangga Indonesia” yang disiarkan daring pada Kamis (4/8). Peneliti Senior Badan Riset dan Inovatif Nasional (BRIN) Djarot S Wisnubroto hadir sebagai pemateri mengingatkan, bahwa masyarakat harus menyadari pentingnya perubahan kebijakan penggunaan energi fosil ke energi baru terbarukan.
“Jika langkah itu tidak diambil, maka dunia akan mengalami banyak masalah. Mulai dari global warming, lahan pertanian akan semakin berkurang, hingga kemungkinan hilangnya negara-negara kepulauan,” beber Djarot.
Djarot menilai salah satu kebijakan untuk mendukung program nol emisi karbon adalah mengoptimalkan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) yang ke depannya akan menjadi energi yang terbaharukan.
“Kita mampu menghadapi Net Zero Emission,” kata Djarot.
Ia juga mendorong ASN wajib memiliki pengembangan kompetensi dan pengetahuan tentang nol emisi karbon. Dengan begitu, ASN mampu mengimplementasikannya dalam kehidupan sehari-hari.
Untuk mendukung implementasi NEK, pemerintah menerapkan Perpres Nomor 98/2021 tentang Penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon. Perpres ini menjadi dasar penerapan berbagai instrumen NEK seperti Emission Trading System atau perdagangan emisi, offset crediting atau kredit karbon, dan Pembayaran Berbasis Kinerja atau Result Based Payment. (Hartatik)
Foto banner: Peneliti Senior Badan Riset dan Inovatif Nasional (BRIN) Djarot S Wisnubroto dan pemandu acara Andromeda Mercury berbincang tentang Nilai Ekonomi Karbon di podcast Bikin Bangga Indonesia, Kamis (4/8). (Foto: Hartatik)