Lembaga pendanaan AS siap danai investor EBT di Indonesia

Jakarta – Lembaga pembiayaan pembangunan Amerika Serikat atau US International Development Finance Corporation (DFC) menyatakan minatnya berinvestasi dalam proyek transisi energi di Indonesia. Selain tertarik pada sektor energi, DFC juga berminat untuk berinvestasi di sektor kesehatan, perumahan terjangkau, pertanian, solusi masalah iklim berbasis keberlanjutan, serta pendidikan.

CEO DFC Scott Nathan dalam keterangan tertulis, mengatakan bahwa mereka telah bertemu dengan calon mitra potensial. Meski tidak disebutkan besaran jumlah investasi yang pasti, lanjutnya, DFC berkomitmen terhadap pembangunan di Indonesia. DFC menilai ada minat tinggi dalam diversifikasi portofolio pembangkit listrik dengan memasukkan hidrogen, panas bumi, angin dan surya sebagai energi baru terbarukan (EBT).

Menurut Nathan, jika ada perusahaan yang sudah memenuhi berbagai kriteria yang ditetapkan, DFC akan mendukung pendanaannya. Penerima pendanaan dari DFC, juga mendapatkan bantuan teknis. Dengan demikian, proyek tersebut menjadi layak didanai menurut standar perbankan.

Nathan menambahkan, di Indonesia DFC sudah memiliki proyek dengan pendanaan mencapai USD 285 juta. Di sela-sela pelaksanaan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 tahun lalu, PT HDF Energy Indonesia, Hydrogene de France Group-Euronext Paris, menjadi mitra DFC untuk mendukung pengembangan pembangkit listrik dengan kapasitas multi-megawatt renewable. Proyek pertama dibangun di Sumba, Nusa Tenggara Timur, untuk mendukung pembangunan Sumba.

Sementara itu, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mengatakan, Indonesia dan Amerika Serikat termasuk negara yang membentuk skema pembiayaan JETP ini. Terkait pembiayaan transisi energi, Indonesia juga menjalin kerja sama dengan Jepang melalui tindak lanjut komitmen pendanaan lewat skema Kemitraan Transisi Energi Berkeadilan (JETP). Jepang berkepentingan mendukung akselerasi transisi energi di Indonesia mengingat banyak pengusaha asal Jepang yang berinvestasi di sektor energi dalam negeri.

Jepang juga ikut mendukung pendanaan melalui skema lain, yaitu Mekanisme Transisi Energi (Energy Transition Mechanism/ETM) yang berhasil mengumpulkan dana konsesional tahap awal sebesar USD 500 juta atau Rp 7,8 triliun dari berbagai mitra global.

Skema JETP dan ETM sama-sama menyasar percepatan transisi energi di sektor ketenagalistrikan. ETM khusus akan digunakan untuk membiayai penghentian operasi lebih dini pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batubara. Rencana detail pendanaan dan penggunaan dana tersebut masih dimatangkan Pemerintah Indonesia dengan negara mitra Amerika Serikat dan Jepang, yang direncanakan rampung pada Mei 2023. (Hartatik)

Like this article? share it

More Post

Receive the latest news

Subscribe To Our Weekly Newsletter

Get notified about new articles