Jakarta – Pemerintah tengah mempertimbangkan penghentian ekspor gas bumi sebagai respons atas meningkatnya kebutuhan gas domestik di era transisi energi. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia pada hari Senin, 20 Januari, menyampaikan bahwa langkah ini bertujuan untuk memastikan ketersediaan energi dan bahan baku bagi sektor industri dan hilirisasi dalam negeri.
“Kita harus mengutamakan kebutuhan gas di dalam negeri, terutama dalam menghadapi lonjakan permintaan di tahun-tahun mendatang. Jika kebutuhan domestik belum terpenuhi, kita tidak akan ragu untuk menghentikan ekspor sementara,” ujar Bahlil dalam keterangan pers, saat menghadiri peresmian proyek strategis kelistrikan di PLTA Jatigede, Sumedang.
Menurut proyeksi pemerintah, konsumsi gas dalam negeri akan meningkat signifikan dalam beberapa tahun ke depan. Pada tahun 2025 hingga 2030, kebutuhan gas diperkirakan mencapai 1.471 BBTUD, dan angka ini terus naik hingga mencapai 2.659 BBTUD pada tahun 2034.
“Kenaikan ini didorong oleh industrialisasi dan hilirisasi yang menjadi prioritas pemerintah untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Maka, gas bumi menjadi komponen kunci dalam mendukung transisi energi dan transformasi industri nasional,” jelas Bahlil.
Kontrak ekspor gas lama jadi tantangan
Saat ini, sekitar 40 persen dari total produksi gas Indonesia masih diekspor ke luar negeri. Sebagian besar ekspor tersebut berasal dari kontrak-kontrak lama yang melibatkan dua kilang utama, yakni Badak LNG di Kalimantan Timur dan Tangguh LNG di Papua, serta ekspor gas ke Singapura dari Blok Corridor.
“Ekspor ini memang berasal dari kesepakatan jangka panjang yang ditandatangani bertahun-tahun lalu. Namun, dengan kondisi yang berkembang, kami harus menyesuaikan kebijakan untuk memprioritaskan kebutuhan domestik,” tambahnya.
Meski mempertimbangkan penghentian ekspor, Bahlil menegaskan bahwa keputusan tersebut akan dilakukan secara fleksibel. Jika kebutuhan domestik terpenuhi, pemerintah tetap membuka peluang untuk melanjutkan ekspor gas.
“Ini bukan soal menutup pintu ekspor selamanya. Kita akan melihat keseimbangan. Kalau kebutuhan domestik sudah tercukupi, tentu kita akan kembali mengekspor. Tetapi, selama kebutuhan dalam negeri belum aman, kami mohon pengertian dari mitra internasional,” ujar Bahlil.
Menurut Bahlil, langkah ini merupakan bagian dari strategi besar pemerintah dalam mencapai kemandirian energi. Dengan memprioritaskan penggunaan gas domestik, Indonesia diharapkan mampu mengurangi ketergantungan pada energi impor dan memperkuat posisi sebagai negara yang mandiri secara energi.
Pemerintah kini tengah mengkaji langkah-langkah tambahan untuk memastikan keberlanjutan suplai gas, termasuk percepatan eksplorasi dan optimalisasi pemanfaatan infrastruktur gas yang ada.
“Kita ingin Indonesia tidak hanya menjadi pemain besar dalam energi, tetapi juga memastikan rakyat dan industri dalam negeri mendapat manfaat maksimal dari sumber daya yang kita miliki,” pungkas Bahlil. (Hartatik)