Jakarta – Penurunan produksi minyak Indonesia dalam beberapa tahun terakhir memicu kekhawatiran serius akan dampaknya terhadap keuangan negara. Presiden Joko Widodo, dalam salah satu pidato terakhirnya menjelang akhir masa jabatan, hari Jumat, 11 Oktober, menyampaikan pesan kuat kepada pemerintah selanjutnya untuk segera mengatasi penurunan produksi minyak nasional atau dikenal sebagai lifting.
“Lifting minyak harus naik, dengan cara apapun harus naik. Kita harus produktifkan sumur-sumur yang ada, karena begitu produksi minyak kita turun, biaya yang harus kita keluarkan untuk impor semakin besar,” kata Jokowi dalam perayaan Hari Pertambangan dan Energi, dikutip dari Youtube Kementerian ESDM.
Dalam pertemuan terbarunya, Menteri Keuangan Sri Mulyani memperingatkan Jokowi mengenai risiko besar yang bisa dihadapi negara jika penurunan produksi minyak terus terjadi. Menurut Sri Mulyani, biaya impor minyak yang tinggi akan semakin menggerus devisa negara dan membebani anggaran.
“Baru tadi siang Menkeu memberi tahu saya, Pak, lifting minyak kita tidak bisa dibiarkan turun terus-menerus. Kalau hitungannya kecil saja turun 50-100 ribu barel, impor kita akan melonjak dan ini butuh ratusan triliun rupiah. Devisa kita akan terkuras,’” ungkap Jokowi mengutip pernyataan Sri Mulyani.
Presiden juga menekankan bahwa sumber utama minyak Indonesia, termasuk dari Pertamina dan perusahaan-perusahaan swasta, harus dioptimalkan. Pemerintah tidak hanya mengandalkan Pertamina tetapi juga membuka peluang bagi perusahaan swasta dan asing untuk membantu dalam menggenjot produksi minyak nasional.
“Yang penting produksi kita naik, entah BUMN, swasta, atau asing yang mengerjakannya. Jangan sampai lifting kita turun setitik pun,” tambahnya.
Saat ini, produksi minyak Indonesia mengalami penurunan yang signifikan dibandingkan dekade sebelumnya. Dengan kebutuhan dalam negeri yang terus meningkat, defisit produksi ini dapat menyebabkan ketergantungan pada impor semakin tinggi dan menimbulkan risiko terhadap stabilitas ekonomi nasional.
Para pakar di sektor energi pun sepakat bahwa peningkatan lifting minyak bukanlah tugas yang mudah. Direktur Eksekutif Reforminer Institute, Komaidi Notonegoro, menyatakan bahwa langkah nyata diperlukan untuk meningkatkan eksplorasi dan investasi dalam sektor energi.
“Pemerintah harus mendorong investasi yang besar dalam sektor energi untuk mencapai target lifting minyak yang lebih tinggi. Dengan peningkatan lifting, kita dapat mengurangi ketergantungan impor minyak dan memperkuat ketahanan energi nasional,” ujar Komaidi.
Berdasarkan data dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), produksi minyak Indonesia saat ini berada di kisaran 700 ribu barel per hari, jauh di bawah target lifting yang ideal sekitar 1 juta barel per hari. Situasi ini membuat Indonesia semakin rentan terhadap gejolak harga minyak global.
Ke depan, peningkatan produksi minyak menjadi salah satu prioritas utama pemerintah untuk menjaga ketahanan energi serta menyeimbangkan neraca keuangan. Menurut Presiden Jokowi, berbagai upaya akan ditempuh, termasuk peningkatan eksplorasi, optimasi sumur tua, dan peningkatan efisiensi operasional di lapangan-lapangan minyak nasional.
“Dengan begitu, kita tidak akan terus-menerus membebani APBN dengan anggaran untuk impor minyak, dan devisa kita tetap bisa dipertahankan,” tutup Jokowi. (Hartatik)
Caption foto: Presiden Joko Widodo memberikan sambutan pada perayaan Hari Pertambangan dan Energi yang disiarkan langsung melalui Youtube Kementerian ESDM, Kamis (10/10). (Foto: tangkapan layar Youtube Kementerian ESDM)