Jakarta – Direktur Eksekutif Indonesian Resources Study (IRESS), Marwan Batubara, mengatakan bahwa power wheeling bisa memberikan manfaat bagi kelistrikan Indonesia, namun, investasi ini harus dilakukan dengan mematuhi prinsip-prinsip moral dan keadilan, terutama dalam memenuhi permintaan listrik yang tinggi dan kebutuhan investasi.
“Pengaturannya juga harus berkeadilan bagi seluruh rakyat, bebas moral hazard, sesuai prinsip good corporate governance (GCG), bebas dari praktik kekuasaan otoriter dan kepentingan oligarki, serta tunduk kepada amanat konstitusi dan undang-undang,” tegas Marwan dalam webinar ‘Menyoal penerapan skema power wheeling dalam RUU EBET’, Jumat, 2 Agustus.
Ia menjelaskan bahwa power wheeling adalah mekanisme transfer energi listrik dari pembangkit swasta ke fasilitas operasi milik negara/PLN dengan memanfaatkan jaringan transmisi/distribusi PLN. “Skema ini dapat dijalankan selama ada pihak yang mau membangun mekanisme tersebut dan memiliki pasar tersendiri, serta tidak mengganggu sistem yang sudah ada,” kata Marwan.
Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mendukung penuh skema power wheeling dalam Rancangan Undang-Undang Energi Baru dan Energi Terbarukan (RUU EBET). Komisi VII DPR RI juga menyetujui dan menegaskan akan mengakomodir skema ini dalam RUU EBET, yang diharapkan selesai tahun 2024.
Marwan sangat khawatir dengan pendekatan yang anti demokrasi, anti keadilan, dan melanggar azas-azas moral dan konstitusi dalam proses pembentukan dan penetapan norma RUU EBET. Dia menyebutkan bahwa pelanggaran terhadap konstitusi dan UU dalam industri listrik nasional sudah umum terjadi, termasuk dalam ketentuan power wheeling pada PP No.14/2012 yang melanggar Pasal 33 UUD 1945.
“Dampak dari pelanggaran-pelanggaran tersebut antara lain tidak optimalnya ketahanan energi nasional, tingginya tarif listrik bagi rakyat dan industri, besarnya beban operasi BUMN, dan tingginya beban subsidi dan kompensasi listrik di APBN,” ungkap Marwan.
Lebih lanjut, Marwan menyoroti bahwa kebijakan IPP, TOP, dan power wheeling dalam PP No.14/2012 telah merugikan negara, BUMN, konsumen listrik, dan APBN. “Kerugian tersebut berpotensi akan bertambah jika norma tentang power wheeling diatur sesuai kepentingan oligarki kekuasaan dan perburuan rente,” kata Marwan.
Oleh karena itu, Marwan menekankan bahwa DPR dan Pemerintah harus menjamin bahwa prinsip-prinsip bernegara menjadi pegangan utama dalam pembahasan RUU EBET. Ia pun memahami pentingnya memenuhi target-target pemenuhan demand energi, investasi, net zero emission, ketahanan energi, dan pembangunan nasional.
Namun, berbagai target ideal tersebut harus dicapai dengan tetap memperhatikan aspek-aspek konstitusional, legal, keadilan, kebersamaan, keberlanjutan pelayanan publik, dan berbagai kepentingan strategis nasional. IRESS menuntut agar pembentukan UU EBET harus tetap berpegang pada prinsip-prinsip bernegara dan kepentingan nasional. (Hartatik)