Indonesia luncurkan ClimateSmart untuk atasi risiko penyakit akibat iklim dengan AI

Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati (kedua dari kiri) pada acara peluncuran ClimateSmart Indonesia di Jakarta, 5 Mei (Tangkapan layar kanal YouTube Korika)

Jakarta – Indonesia meluncurkan ClimateSmart Indonesia pada hari Senin, 5 Mei, sebuah inisiatif yang bertujuan untuk memanfaatkan kecerdasan artifisial (artificial intelligence/AI) untuk meningkatkan sistem peringatan dini untuk penyakit menular yang peka terhadap iklim seperti malaria dan demam berdarah.

Inisiatif ini dipimpin oleh Kolaborasi Riset dan Inovasi Industri AI (KORIKA) yang bermitra dengan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) dan didukung oleh berbagai lembaga global termasuk Reaching the Last Mile (RLM UEA) dan Patrick J. McGovern Foundation.

Berbicara pada acara pembukaan di Jakarta, Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati mengatakan pentingnya mengintegrasikan data iklim dan kesehatan untuk mengatasi ancaman penyakit yang semakin meningkat. “Berbagai penelitian menunjukkan bahwa iklim merupakan pendorong yang signifikan terhadap peningkatan paparan manusia terhadap berbagai penyakit,” katanya. “Perubahan suhu dan pola curah hujan mempengaruhi paparan penyakit yang ditularkan melalui air dan makanan, seperti salmonella, dan penyakit yang ditularkan melalui vektor seperti penyakit Lyme.”

ClimateSmart Indonesia diluncurkan pada tahun 2023. Ini adalah upaya kolaboratif dengan Mohamed bin Zayed University of Artificial Intelligence (MBZUAI) dan Institute for Health Modelling and Climate Solutions (IMACS). Program ini bertujuan untuk membangun Sistem Peringatan Dini dan Respons Nasional (EWARS) dengan menggunakan kecerdasan buatan untuk menganalisis data iklim dan kesehatan secara real-time.

Keterlibatan BMKG akan membantu mengintegrasikan data meteorologi untuk memprediksi wabah dengan lebih baik. Kementerian Kesehatan dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) juga turut serta dalam mendukung pengumpulan data dan implementasi kebijakan.

Menurut Kementerian Kesehatan, Indonesia mencatat lebih dari 94.000 kasus malaria pada tahun 2021, yang menyoroti kebutuhan mendesak akan sistem pengawasan penyakit yang lebih baik.

Sekretaris Jenderal KORIKA Sri Safitri kepada Kantor Berita Antara pada 10 Maret mengatakan bahwa AI juga dapat mendorong pertumbuhan ekonomi dengan meningkatkan produktivitas di berbagai sektor seperti pertanian, logistik, dan manufaktur. Namun, ia memperingatkan bahwa Indonesia masih menghadapi tantangan besar, termasuk terbatasnya talenta AI, kesenjangan infrastruktur, dan lemahnya pendanaan penelitian.

Peluncuran ClimateSmart Indonesia merupakan langkah penting untuk menjembatani ilmu pengetahuan, teknologi, dan kesehatan masyarakat dalam rangka melindungi masyarakat yang rentan terhadap ancaman penyakit yang disebabkan oleh iklim. (nsh)

Foto banner: Gambar dibuat menggunakan OpenAI DALL·E via ChatGPT (2024)

Like this article? share it

More Post

Receive the latest news

Subscribe To Our Weekly Newsletter

Get notified about new articles