Jakarta – Pemerintah Indonesia memperkirakan dana sebesar Rp1.000 triliun diperlukan dalam 10 tahun mendatang untuk menambah kapasitas pembangkit listrik hingga 47 gigawatt (GW) dari EBT, sekaligus membangun jaringan transmisi dan gardu induk.
“Dari total kebutuhan, sekitar Rp600 triliun akan dialokasikan untuk pembangkit listrik, sementara Rp 400 triliun lainnya untuk pengembangan jaringan transmisi dan gardu induk,” ungkap Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Yuliot Tanjung, dalam keterangan resmi pada forum Electricity Connect 2024, Rabu, 20 November.
Menurut Yuliot, investasi sebesar itu tidak bisa hanya ditanggung oleh PT PLN (Persero) saja. Pemerintah sedang mempersiapkan berbagai skema kerja sama dengan pihak swasta dan campur tangan pemerintah.
“Beberapa proyek bisa dilakukan oleh PLN, sebagian oleh mitra swasta, dan sebagian lainnya melalui dukungan langsung dari pemerintah. Semua ini sedang dikaji untuk memastikan pelaksanaannya optimal,” jelasnya.
Peran swasta dalam jaringan transmisi
Saat ini, pembangunan jaringan transmisi listrik masih menjadi tanggung jawab utama PLN. Namun, keterlibatan swasta dalam pengembangan infrastruktur ini semakin diperbincangkan karena lambatnya kemajuan yang hanya mengandalkan PLN. Dalam beberapa tahun terakhir, diskusi intensif dilakukan untuk membuka peluang bagi investasi swasta, termasuk dalam pembangunan jaringan transmisi.
“Jika hanya mengandalkan PLN, percepatan pembangunan transmisi akan sulit tercapai. Oleh karena itu, keterlibatan swasta dan pemerintah menjadi krusial,” tambah Yuliot.
Sementara itu, Dirjen Ketenagalistrikan Kementerian ESDM, Jisman Hutajulu, menegaskan bahwa kebutuhan jaringan listrik selama 10 tahun mendatang mencapai lebih dari 50.000 kilometer (km). Angka ini akan terus meningkat hingga 74.000 km pada 2040.
“Kami sedang memetakan prioritas pembangunan transmisi karena kemampuan PLN terbatas. Peran pemerintah akan sangat membantu untuk infrastruktur strategis seperti gardu induk dan jaringan transmisi,” ujarnya.
Perencanaan infrastruktur masif
Direktur Utama PLN, Darmawan Prasodjo, menjelaskan bahwa pergeseran strategi pembangunan energi dari berbasis fosil ke berbasis EBT membutuhkan perencanaan infrastruktur yang masif. Ia juga mencatat adanya ketidaksesuaian antara lokasi sumber daya energi terbarukan dengan pusat-pusat permintaan listrik, seperti kawasan industri.
“Mismatch ini memerlukan rancangan transmisi dan gardu induk yang besar. Dalam simulasi kami bersama Kementerian ESDM dan International Energy Agency (IEA), kita memerlukan sekitar 53.000 km transmisi selama 10 tahun ke depan. Angka ini akan melonjak hingga 70.000 km pada 2040,” papar Darmawan.
Ia menambahkan bahwa transisi ini menjadi prioritas nasional untuk mendukung pertumbuhan ekonomi, elektrifikasi sektor rumah tangga, dan pengembangan ekosistem kendaraan listrik di Indonesia.
“Indonesia sudah berkomitmen untuk menempatkan EBT sebagai tulang punggung pembangunan energi. Meski tantangannya besar, kami optimis dengan keterlibatan banyak pihak dan dukungan regulasi, target ini bisa tercapai,” tutupnya.
Pemerintah akan memfokuskan pendanaan pada wilayah dengan potensi pertumbuhan ekonomi tinggi dan pusat-pusat permintaan listrik. Skema pembiayaan melibatkan mekanisme public-private partnership (PPP) dan program kerja sama internasional.
Forum Electricity Connect 2024 menjadi momen penting untuk menyatukan pandangan dan strategi berbagai pemangku kepentingan dalam mewujudkan masa depan kelistrikan Indonesia yang berbasis energi bersih, sekaligus menjawab tantangan kebutuhan listrik yang terus meningkat. (Hartatik)