Jakarta – Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tengah gencar meningkatkan penggunaan energi terbarukan dalam bauran energinya untuk mencapai target emisi nol bersih pada 2060, terutama tenaga surya.
Direktur Perencanaan dan Pengembangan Infrastruktur EBTKE Kementerian ESDM, Senda Hurmuzan Kanam, menjelaskan bahwa Indonesia perlu memanfaatkan secara maksimal potensi energi surya yang melimpah untuk memenuhi target tersebut. Menurutnya, target sebesar 421 gigawatt peak (GWp) tenaga surya pada 2060 menjadi tantangan bagi industri manufaktur dalam negeri.
“Kita memiliki potensi tenaga surya yang luar biasa. Pengembangan teknologi panel surya, terutama untuk atap surya, adalah langkah penting untuk mencapai 10 GWp energi terbarukan pada 2025. Saat ini, kita bisa menghasilkan hingga 15 GWp hanya dari atap surya,” ujar Senda dalam keterangan tertulis, Rabu, 9 Oktober.
Asisten Deputi Bidang Energi Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Ridha Yasser menyampaikan bahwa diperlukan kolaborasi dan inovasi teknologi untuk memastikan tenaga surya dapat memberikan kontribusi signifikan terhadap ketahanan energi Indonesia.
“Indonesia adalah negara yang kaya akan sumber daya alam. Untuk mencapai netral karbon, kita harus mampu menciptakan industri manufaktur yang mendukung pengembangan panel surya, penyimpanan baterai, dan jaringan distribusi listrik berbasis tenaga surya. Dengan hilirisasi dan inovasi di bidang ini, kita tidak hanya bisa memenuhi kebutuhan energi domestik, tetapi juga mengurangi ketergantungan pada impor,” kata Ridha.
Sekretaris Jenderal Dewan Energi Nasional, Djoko Siswanto, menjelaskan bahwa hingga saat ini, bauran energi terbarukan Indonesia sudah mencapai 16,75% dari target 23% pada 2025. Untuk mendukung target tersebut, berbagai pabrik energi terbarukan tengah dibangun. Salah satunya adalah pabrik PV surya dengan kapasitas produksi sebesar 1 GW yang hampir rampung di Kendal, Jawa Tengah, serta pabrik baterai di Karawang yang saat ini memiliki kapasitas 10 GW dan direncanakan untuk diperluas hingga 20 GW.
“Pengembangan pabrik PV surya dan baterai merupakan langkah yang tepat untuk menciptakan ekosistem energi terbarukan yang solid. Dengan dukungan pusat penelitian dan pengembangan tenaga surya, kita juga bisa mempercepat transfer teknologi, khususnya dalam pembuatan panel surya dan pengelolaan penyimpanan energi. Ini tidak hanya berkontribusi pada kebutuhan energi nasional, tetapi juga membuka peluang ekspor ke negara-negara tetangga,” jelas Djoko.
Dari sektor swasta, inisiatif tenaga surya didukung oleh Huawei Digital Power melalui produk terbarunya, FusionSolar, yang mengombinasikan tenaga surya dengan sistem penyimpanan energi pintar untuk meningkatkan efisiensi energi. CEO Huawei Digital Power, Jin Song, menyatakan komitmennya “untuk mendukung transisi energi dengan produk energi terbarukan yang aman, hemat biaya, dan ramah lingkungan.” (Hartatik)