Jakarta – Indonesia Carbon Exchange (IDXCarbon) telah mencatatkan satu juta ton unit karbon yang terjual melalui bursa karbon sejak pertama kali diluncurkan pada 26 September 2023.
Sekretaris Perusahaan PT Bursa Efek Indonesia (BEI) Kautsar Primadi Nurahmad mengatakan jumlah pengguna IDXCarbon juga telah meningkat menjadi 100 pengguna hingga akhir tahun 2024, atau meningkat lebih dari dua kali lipat dibandingkan dengan jumlah pengguna yang tercatat di akhir tahun 2023.
“Hal ini mengindikasikan bahwa perdagangan karbon semakin berkembang di Indonesia, sejalan dengan upaya Indonesia dalam mendukung pembangunan berkelanjutan dan mitigasi perubahan iklim,” katanya.
Selain itu, tiga (3) proyek unit karbon atau Sertifikat Pengurangan Emisi Gas Rumah Kaca (SPE-GRK) dicatatkan di BEI pada awal tahun ini, sehingga menambah jumlah unit karbon baru.
Proyek-proyek tersebut adalah Unit Pembangkit Listrik Tenaga Gas Uap (PLTGU) Priok Blok 4 sebesar 763.653 ton CO2 ekuivalen unit karbon (tCO2e); proyek Konversi Pembangkit Listrik Tenaga Gas Uap (PLTGU) Siklus Tunggal ke Siklus Gabungan (Add On) PLTGU Grati Blok 2 yang mencatatkan 407.390 tCO2e.
Proyek ketiga adalah Konversi Pembangkit Listrik Tenaga Uap Siklus Tunggal ke Siklus Gabungan Blok 2 PLN NP UP Muara Tawar, yang dikelola oleh PT PLN Nusantara Power, yang mencatatkan 30.000 tCO2e.
Proyek-proyek ini diperdagangkan di bawah klasifikasi IDTBS, sebuah klasifikasi untuk unit karbon reduksi berbasis teknologi dari Indonesia.
Dengan bertambahnya proyek-proyek baru ini, IDXCarbon kini memiliki enam (6) proyek unit karbon yang dapat diperdagangkan.
“Perkembangan positif di awal tahun 2025 ini memberikan harapan besar bagi peningkatan volume transaksi karbon dan pertumbuhan industri berbasis ekonomi hijau yang mendukung transisi energi di Indonesia,” kata Nurahmad.
Peneliti Center for International Forestry Research, World Agroforestry (CIFOR_ICRAF), Herry Purnomo, mengatakan belum adanya satuan karbon yang diperdagangkan dalam bursa karbon menunjukkan rumitnya penghitungan stok karbon dari sektor tersebut. Masalah lainnya adalah karena ketidakjelasan regulasi. (Roffie Kurniawan)