Jakarta – Analisis terbaru dari EMBER, mengatakan bahwa Indonesia harus mengurangi kapasitas pembangkit listrik tenaga uap berbasis batu bara (PLTU) sebesar 3 gigawatt (GW) setiap tahun dan secara bersamaan meningkatkan kapasitas energi terbarukan sebesar 8 GW per tahun, untuk menghentikan ketergantungan pada listrik berbasis batu bara dan mencapai target bebas emisi karbon pada tahun 2040.
Dinita Setyawati, Analis Senior Kebijakan Ketenagalistrikan untuk Asia Tenggara di EMBER, menyatakan bahwa ini adalah momen penentuan bagi Indonesia. “Pemerintah Indonesia memiliki peluang besar untuk mempercepat transisi energi. Dengan pensiun dini PLTU dan ekspansi besar-besaran energi terbarukan, kita dapat menciptakan masa depan energi yang lebih bersih dan berkelanjutan,” ujarnya dalam keterangan tertulis, Jumat, 6 Desember.
Dalam laporannya, EMBER menyoroti komitmen Presiden Prabowo Subianto untuk menghentikan penggunaan batu bara pada 2040, sejalan dengan rencana menambah kapasitas energi terbarukan hingga 75 GW. Laporan ini memproyeksikan bahwa untuk memenuhi permintaan listrik yang diperkirakan mencapai 806 terawatt-jam (TWh) pada tahun 2040, energi terbarukan harus menyumbang hingga 65 persen dari total kapasitas.
“Energi surya akan menjadi tulang punggung transisi ini, diikuti oleh angin, panas bumi, bioenergi, dan hidro. Untuk itu, pengintegrasian teknologi penyimpanan energi seperti baterai juga menjadi prioritas utama,” tambah Dinita.
EMBER menekankan pentingnya mengembangkan penyimpanan baterai hingga 4 GW per tahun untuk mendukung ketersediaan listrik, terutama pada malam hari ketika beban puncak terjadi. Selain itu, investasi besar diperlukan untuk membangun infrastruktur energi terbarukan dan meningkatkan konektivitas jaringan listrik nasional.
Mengatasi tantangan pensiunkan PLTU
Dalam jaringan PT PLN (Persero), analisis EMBER menunjukkan bahwa pensiun dini PLTU membutuhkan perencanaan yang matang. Menurut Rini Sucahyo, Manajer Komunikasi Asia di EMBER, langkah ini harus disertai dengan kebijakan transisi yang adil untuk daerah-daerah yang ekonominya bergantung pada batu bara. “Pemensiunan PLTU adalah langkah yang berat namun sangat penting. Untuk mengurangi dampaknya, pemerintah perlu menyusun strategi diversifikasi ekonomi di daerah yang bergantung pada tambang batu bara,” ungkap Rini.
Dengan menghentikan penggunaan batu bara secara bertahap, Indonesia tidak hanya berkontribusi pada upaya global untuk menahan kenaikan suhu bumi di bawah 1,5 derajat Celsius, tetapi juga membuka jalan bagi pertumbuhan ekonomi yang lebih hijau dan berkelanjutan.
“Sebagai salah satu negara dengan kapasitas PLTU terbesar di dunia, keberhasilan Indonesia dalam transisi energi akan menjadi contoh global. Ini adalah kesempatan besar untuk memimpin transformasi menuju masa depan energi rendah karbon,” tutup Rini.
Analisis EMBER ini menegaskan bahwa dengan langkah konkret dan kolaborasi lintas sektor, Indonesia dapat menjadi pelopor dalam revolusi energi bersih di Asia Tenggara. Tantangan yang dihadapi saat ini adalah peluang untuk menciptakan warisan energi yang lebih baik bagi generasi mendatang. (Hartatik)