EarthTalk®
Dari Redaksi E – Majalah Lingkungan Hidup
EarthTalk yang baik: Mengapa beberapa pegiat industri bangunan hijau begitu antusias dengan bambu?
— Tim Carey, Puyallup, WA
Bambu, salah satu tanaman yang tumbuh paling cepat di planet ini, dikenal sebagai bahan bangunan sederhana yang digunakan selama berabad-abad. Saat ini, meskipun sumber daya bambu sering kali terbatas pada perancah (scaffolding) atau proyek perumahan terpencil, para pendukungnya baru-baru ini menggalang dukungan untuk penggunaannya dalam konstruksi modern. Bambu dapat menjadi alternatif bahan bangunan tradisional untuk memerangi peningkatan emisi gas rumah kaca di industri ini, memitigasi perubahan iklim dengan manfaat ekonomi dan kualitas yang berkelanjutan.
Berlawanan dengan kepercayaan umum, bambu adalah sejenis rumput, bukan pohon, sehingga memiliki keunggulan unik sebagai kayu. Sementara pohon biasanya mati setelah ditebang dan membutuhkan waktu puluhan tahun untuk tumbuh kembali, batang bambu dapat terus dipanen dan regenerasi tanpa membunuh tanaman, sehingga secara praktis mengubahnya menjadi sumber daya terbarukan yang tak terbatas. Selain itu, bambu dapat menyamai sifat kokoh dari bahan yang lebih intensif sumber dayanya. Bambu tahan terhadap gaya tekan yang lebih besar dari beton dan memiliki kekuatan tarik yang mirip dengan baja.
Yang membuat bambu unik adalah kemampuannya untuk melawan perubahan iklim secara langsung. Seperti kebanyakan tanaman, bambu menyerap karbon dioksida (CO2), gas rumah kaca utama, sepanjang hidupnya, mengeluarkannya dari atmosfer dan menyimpannya. Para peneliti di Universitas Xihua, Tiongkok, mencatat bahwa setiap meter kubik komponen struktur bambu dapat menyimpan hingga 187 kilogram CO2 selama siklus hidupnya. Bambu dapat bertindak sebagai penyimpan emisi yang tahan lama jika dipanen dan digunakan sebagai material.
“Ini adalah cara yang bagus untuk mengeluarkan karbon dari lingkungan dan memastikan karbon tidak dilepaskan kembali,” ujar insinyur Atelier One, Chris Matthews, kepada Dezeen pada tahun 2023. “Secara umum, gagasan tentang bahan berbasis alam di mana kita menangkap karbon dan menguncinya di dalam bangunan-itu harus menjadi jalan ke depan.” Biasanya, kayu yang diolah secara industri seperti kayu keras tropis mengeluarkan cukup banyak CO2 untuk mengimbangi manfaat dari penangkapan karbon secara hayati ini, sehingga prosesnya menjadi netral karbon. Akan tetapi, bambu berbeda. Para peneliti Belanda menemukan bahwa jejak karbon bambu yang diratakan (mirip dengan kayu keras tropis) adalah negatif.
Bambu tidaklah sempurna; Matthews mengakui bahwa bambu “rentan terhadap serangan jamur dan serangga.” Oleh karena itu, para peneliti terus merekayasa produk yang lebih efektif seperti bambu laminasi, balok serat bambu yang direkatkan secara padat, dan bahan hibrida. Project Drawdown, yang menyediakan ide dan panduan solusi iklim gratis untuk memfasilitasi transisi menuju dunia yang netral karbon, mensponsori proyek-proyek yang mengimplementasikan bambu di lahan hutan yang terdegradasi untuk membantu memitigasi perubahan iklim. Bambu dapat menjadi masa depan konstruksi berkelanjutan. Kemampuan bambu yang terbarukan dan menyerap karbon membuatnya menjadi bahan bangunan yang lebih bernilai.
KONTAK: Merancang dengan Bambu untuk Dampak Lingkungan & Kesehatan Manusia yang Unggul.
EarthTalk® diproduksi oleh Roddy Scheer & Doug Moss untuk organisasi nirlaba 501(c)3 EarthTalk. Baca lebih lanjut di https://emagazine.com. Untuk berdonasi, kunjungi https://earthtalk.org. Kirim pertanyaan ke: question@earthtalk.org.
Foto banner: Sementara pohon-pohon mati setelah dipanen dan membutuhkan waktu puluhan tahun untuk tumbuh kembali, batang bambu dapat terus dipanen dan diregenerasi tanpa membunuh tanamannya. Kredit: Pexels.com.