DEN: Eksplorasi dan investasi penyebab utama krisis produksi minyak Indonesia

Jakarta – Dewan Energi Nasional (DEN) mengungkapkan beberapa faktor krusial yang krisis produksi minyak Indonesia semakin meruncing adalah penurunan investasi dalam sektor migas Indonesia selama 10 tahun terakhir.

Menurut catatan Kementerian Keuangan, produksi minyak siap jual atau lifting minyak Indonesia hingga Desember 2023 hanya mencapai 607 ribu barel per hari (bph), jauh di bawah target APBN sebesar 660 ribu bph.

Sekretaris Jenderal DEN Djoko Siswanto, dalam acara Energy Corner, CNBC Indonesia, Selasa, 9 Januari, mengatakan bahwa alokasi investasi dalam hulu migas sebenarnya sudah diatur oleh Banggar DPR setiap tahunnya, yakni mencapai belasan miliar dolar dalam bentuk kontrak kerja sama cost recovery. Menurutnya, meskipun dana untuk eksplorasi sebenarnya tersedia perlu adanya upaya lebih lanjut selain dari kegiatan eksplorasi untuk meningkatkan produksi.

“Kalau hitungan SKK Migas itu yang dituangkan ke dalam grand strategi energi nasional itu bisa kontribusi 250.000 barel per hari,” katanya. Dijelaskannya juga bila R/P (reserves-to-production) lebih kurang sekitar dua ratusan ribu barel per hari (bph), EOR (enhanced oil recovery) mencapai 250an ribu bph dan business-as-usual berkontribusi, maka produksi dapat mencapai satu juta bph pada tahun 2030.

Djoko menerangkan bahwa meski terdapat ribuan sumur eksisting, tidak akan bisa menaikkan produksi, karena di lapangan lebih sering dilaksanakan cara yang business-as-usual.

Pengamat dan praktisi sektor hulu migas, Tumbur Parlindungan mengatakan bahwa kondisi ini berdampak langsung pada produksi minyak yang tidak dapat mencapai target yang telah ditetapkan.

“Kita lihat produksinya nggak bisa dinaikkan kembali karena untuk menaikkan produksi paling utama tuh eksplorasi. Jadi kalau eksplorasi 10 tahun yang lalu ya sekarang mungkin sudah jadi produksi bisa naik,” ungkap Tumbur.

Penurunan investasi dalam eksplorasi terjadi sejak harga minyak turun pada 2015, disertai dengan perubahan fiscal regime dan dampak pandemi COVID-19. Hal ini mengakibatkan penundaan eksplorasi dan konsekuensinya adalah penurunan produksi yang mungkin berlanjut hingga beberapa tahun ke depan, kecuali ada langkah besar dalam eksplorasi. (Hartatik)

Like this article? share it

More Post

Receive the latest news

Subscribe To Our Weekly Newsletter

Get notified about new articles