Dampak perubahan iklim di Kepulauan Seribu makin nyata

Jakarta – Dampak perubahan iklim bagi gugusan pulau di Kepulauan Seribu makin nyata. Keberadaan pulau-pulau seperti Onrust, Cipir, Kelor, dan Bidadari terancam oleh kenaikan muka air laut.

Arkeolog perkotaan, Ary Sulistyo mengatakan, terjangan abrasi juga menjadi masalah tambahan. Dalam perjalanannya, beberapa pulau di kawasan ini memang sudah tidak lagi terlihat akibat kenaikan permukaan air laut.

“Salah satu yang paling nyata adalah Pulau Ubi yang pada awal 1960-an masih terlihat, tetapi kini tidak lagi,” ungkapnya.

Selain itu, bencana juga terjadi akibat manusia melakukan penjarahan dan pengambilan material, seperti penambangan pasir, di pulau-pulau tersebut. Berkaca pada hal tersebut, ide mengenai keberlanjutan lingkungan perlu dimasukkan dalam pengembangan kawasan Kepulauan Seribu. Ary menyebut, hal yang bisa dilakukan adalah meminimalkan kunjungan masyarakat untuk mengurangi jejak karbon. Hal lain yang bisa ditempuh adalah membangun penghalang dengan menimbun pasir, sehingga permukaan pulau menjadi lebih tinggi.

Menurutnya, pelarangan total kunjungan pernah disarankan tetapi sulit. Masyarakat berdalih ingin merasakan wisata sejarahnya.

“Kini sudah ditimbun pasir. Dampak lingkungan tentu sulit dihalau, tetapi setidaknya ditunda dampak luasnya. Melalui sejarah kita berkaca, perlu ada peraturan berwawasan lingkungan,” imbuhnya.

Edukator di Museum Kebaharian Jakarta, Firman Fatturohman, menerangkan, pengembangan kawasan Onrust, Cipir, Kelor, dan Bidadari melibatkan banyak pihak, seperti komunitas kesejarahan dan warga sekitar.

Museum di bawah kelolaan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta ini juga membangun pemecah ombak, khususnya di Pulau Onrust, untuk menjaga bibir pantai dari hantaman abrasi. Apalagi, di tempat ini berlokasi Menara Martello, salah satu pos pemantauan era kolonial dahulu. Selain itu, pihak museum juga rutin melakukan penelitian dan riset di pulau-pulau tersebut.

”Beberapa pulau di Kepulauan Seribu sudah tenggelam, sekarang ada Onrust, Kelor, Cipir, dan Bidadari yang perlu kita jaga. Pengembangan harus adaptif,” ucapnya. (Hartatik)

Like this article? share it

More Post

Receive the latest news

Subscribe To Our Weekly Newsletter

Get notified about new articles