CREA: Transisi kendaraan listrik, harus diikuti transisi pembangkit ramah lingkungan

Jakarta – Studi dari Centre for Research on Energy and Clean Air (CREA) menyebutan bahwa peralihan kendaraan berbahan bakar fosil ke kendaraan listrik tanpa transisi ke pembangkit listrik ramah lingkungan sama saja tidak menghiangkan emisi.

Dalam studinya, CREA mengungkap perbandingan emisi dari mobil listrik dan mobil bensin tidak terlalu berbeda jauh. Emisi gas buang yang dihasilkan itu di antaranya Sulfur Dioksida (SO2), NOx (Mono-Nitrogren Oksida), CO2 (Karbon Dioksida), hingga Particulate Matter (PM).

“Emisi SO2 dari mobil listrik mencapai 0,19 gram/km, jauh lebih tinggi dari mobil bensin yang hanya menghasilkan 0,04 g/km,” ungkap lembaga nirlaba itu mengenai temuan studinya.

Untuk emisi NOx, lanjut studi CREA, baik mobil listrik dan mobil bensin sama-sama menghasilkan 0,25 g/km. Begitu pun, mobil listrik juga menghasilkan PM lebih besar, yakni 0,03 g/km dibanding mobil bensin yang cuma menghasilkan 0,025 g/km. Namun, emisi gas CO2 yang dikeluarkan mobil listrik lebih sedikit, yakni 104 g/km, beda tipis dari mobil bensin yang menghasilkan 140 g/km Karbon Dioksida.

Lebih lanjut, CREA menyebutkan kendaraan listrik atau electric vehicle (EV) memang bisa menjadi solusi dalam mengatasi masalah polusi. Namun, yang perlu diingat adalah saat ini listrik yang digunakan masih banyak yang berasal dari pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara. Transisi ke pembangkit listrik bersih membutuhkan waktu namun tetap harus segera dimulai. (Hartatik)

Like this article? share it

More Post

Receive the latest news

Subscribe To Our Weekly Newsletter

Get notified about new articles