Pengamat: Investasi hijau lesu, transisi energi menuju jalan buntu

Jakarta – Meskipun Pemerintah Indonesia berupaya mempercepat transisi energi ke sektor terbarukan, upaya tersebut mengalami hambatan serius, demikian pengamatan beberapa peneliti sektor energi terbarukan. Menurut mereka, lembaga pembiayaan internasional enggan menyalurkan investasi, meragukan komitmen negara dalam menghadapi perubahan iklim.

“Arah kebijakan pemerintah yang belum mampu meyakinkan para investor membuat transisi energi di Indonesia terasa mandek,” ujar Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira, Rabu, 8 Mei.

Menurutnya, kebijakan pemerintah yang masih memberikan izin pembangunan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) di kawasan industri menjadi salah satu penyebab keraguan investor. Padahal, penggunaan energi terbarukan bisa menjadi solusi mengingat kelebihan listrik dari PLTU yang ada saat ini.

Namun, kekhawatiran investor tidak hanya terfokus pada kebijakan pemerintah. Faktor lain seperti tarif energi terbarukan yang tinggi, persaingan dengan bahan bakar fosil yang disubsidi, serta persyaratan modal awal yang tinggi juga menjadi penghambat.

Laporan McKinsey and Company yang dipublikasikan di akhir 2024 menyatakan bahwa investasi rata-rata tahunan untuk sektor energi terbarukan di Indonesia masih jauh dari cukup. Hanya 20,2 persen dari pengeluaran yang diperlukan untuk mencapai target bauran energi baru dan terbarukan (EBT) pada 2025 yang ditetapkan sebesar 17 persen-19 persen.

Hal ini menunjukkan bahwa upaya menuju transisi energi terbarukan masih menghadapi tantangan besar.

Mengatasi defisit investasi hijau

Untuk mengatasi defisit investasi di sektor pembiayaan hijau, McKinsey menyarankan pemerintah untuk mengembangkan mekanisme pembiayaan baru yang inovatif. Salah satunya adalah dengan memperluas penggunaan instrumen keuangan dengan rasio leverage yang lebih tinggi, seperti asuransi, jaminan, dan skema perlindungan nilai mata uang.

Selain itu, kolaborasi antara sektor publik dan swasta juga dianggap penting untuk mendatangkan lebih banyak modal internasional.

Di samping itu, rancangan dokumen Comprehensive Investment and Policy Plan (CIPP) juga menggambarkan proyeksi transisi energi di Indonesia. Namun, seluruh rencana tersebut masih dalam status rancangan dan belum memiliki kekuatan hukum mengikat.

Meskipun demikian, estimasi bahwa Indonesia membutuhkan investasi hingga 1,3 miliar dollar AS sampai 2030 untuk mempersiapkan pensiun dini dan penghentian bertahap PLTU batubara menunjukkan bahwa tantangan transisi energi membutuhkan komitmen dan dukungan yang besar dari berbagai pihak. (Hartatik)

Like this article? share it

More Post

Receive the latest news

Subscribe To Our Weekly Newsletter

Get notified about new articles