Butuh Rp 28.223 Triliun, perbankan diminta ikut danai proyek perubahan iklim

Washington, D.C. – Pemerintah telah menghitung anggaran penanganan perubahan iklim sebesar Rp 28.223 triliun. Anggaran sebesar itu tidak mungkin bisa ditanggung sendiri oleh pemerintah, melainkan perlu dukungan lembaga keuangan khususnya perbankan.

“Dukungan perbankan ini bisa seperti mendanai proyek-proyek terkait penanganan perubahan iklim. Saya berharap institusi keuangan akan mulai sangat serius melakukan hal itu, karena tidak mungkin masalah perubahan iklim bisa diatasi tanpa seluruh stakeholder bekerja sama,” ujar Menteri Keuangan, Sri Mulyani dalam keterangan tertulis, Kamis (13/10).

Adapun penanganan perubahan iklim untuk memitigasi maupun adaptasi iklim hanya bisa ditangani dengan adanya dukungan pembiayaan dari lembaga keuangan perbankan dan sektor swasta. Hal ini bertujuan agar Indonesia mencapai target net zero emission atau nol emisi karbon pada 2060. Lebih lanjut, menurutnya, kebutuhan pendanaan tersebut mayoritas untuk sektor energi dan transportasi sebesar Rp 26.601 triliun atau 94 persen dari total kebutuhan dana. Sedangkan dana untuk menangani sampah sebesar Rp 829 triliun, Industrial Processes and Product Use (IPPU) sebesar Rp 730 triliun, kehutanan sebesar Rp 70 triliun dan pertanian sebesar Rp 1,4 triliun.

Dia menilai, pemerintah sudah mulai memperkenalkan climate budget tagging atau penandaan jenis belanja yang mendukung target perubahan iklim sejak beberapa tahun terakhir. Apabila diakumulasikan, pendanaan dari APBN tidak lebih dari 34 persen dari total kebutuhan tiap tahun.

Dengan demikian masih ada ruang 66 persen kebutuhan anggaran yang bisa diisi oleh berbagai pihak termasuk institusi keuangan perbankan.

“Perubahan iklim merupakan ancaman global yang sangat serius sesudah pandemi Covid-19. Kalau negara dan dunia dihadapkan pada kejutan yang besar seperti pandemi setidaknya kita telah mencoba kejutan global tersebut, maka perubahan iklim akan menjadi kejutan yang lain,” imbuhnya.

Sehubungan itu, pemerintah saat ini sedang menyusun pasar karbon dan pajak karbon hingga mekanisme transisi energi untuk menggencarkan agenda perubahan iklim. Sri Mulyani menyebut tantangan lainnya setelah perubahan iklim yakni krisis global, karena makanan dan energi serta inflasi yang tinggi. Perang di Ukraina, kata dia, menimbulkan disrupsi pasokan sehingga agregat penawaran pun mengalami kejutan, yang kemungkinan trennya tidak sama seperti masa pandemi Covid-19. (Hartatik)

Foto banner: Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati di Jakarta, October 2018 (Ronny Kwok/shutterstock.com)

Like this article? share it

More Post

Receive the latest news

Subscribe To Our Weekly Newsletter

Get notified about new articles