Jakarta – Percepatan transisi energi di Indonesia, termasuk mempensiunkan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) batu bara yang sudah berusia lanjut, dipandang sebagai langkah yang lebih menguntungkan ketimbang terus mempertahankan pembangkit-pembangkit lama yang memakan biaya tinggi. Menurut beberapa analis, investasi dalam infrastruktur energi bersih dan jaringan cerdas akan memberikan dampak positif dalam jangka panjang, baik dari sisi ekonomi, lingkungan, maupun kesehatan.
Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (CELIOS), Bhima Yudhistira, menilai bahwa upaya merawat dan mempertahankan PLTU tua akan membawa lebih banyak kerugian dibandingkan manfaatnya.
“Merawat PLTU yang sudah tidak efisien hanya akan menguras anggaran negara. Sementara investasi dalam infrastruktur energi terbarukan seperti smart grid justru menghemat biaya subsidi energi, meningkatkan kualitas hidup, dan mendukung target emisi nol bersih pada 2060,” kata Bhima, Rabu, 6 November.
Menurut Bhima, peningkatan infrastruktur untuk mendukung energi bersih seharusnya tidak dipandang sebagai beban, melainkan sebagai investasi strategis. Ia menambahkan, biaya kesehatan akibat polusi dari PLTU serta subsidi yang terus meningkat adalah biaya yang bisa dihindari dengan percepatan transisi ke energi bersih.
“Ini bukan sekadar pengeluaran, tapi investasi masa depan yang akan menghasilkan manfaat ekonomi jauh lebih besar.”
Potensi kerugian negara dengan mempertahankan PLTU tua
Keputusan pemerintah untuk mempercepat pensiun dini PLTU juga mendapatkan dukungan dari berbagai lembaga lingkungan. Direktur Greenpeace Indonesia, Leonard Simanjuntak, menekankan bahwa biaya yang dikeluarkan untuk mempertahankan PLTU tua adalah bentuk kerugian negara dalam konteks yang lebih luas.
“Bukan hanya soal angka di APBN, tetapi juga soal dampak yang dirasakan masyarakat di sekitar PLTU, seperti kualitas udara yang buruk dan risiko kesehatan yang meningkat. Jadi, pilihan terbaik adalah berinvestasi di energi bersih dan teknologi yang ramah lingkungan,” kata Leonard.
Ia juga menambahkan bahwa pemerintah seharusnya memperhatikan contoh dari negara-negara Asia Tenggara lainnya yang sudah mulai mengalihkan investasi mereka ke sektor energi terbarukan dan teknologi smart grid.
“Vietnam, misalnya, telah banyak mengalokasikan dana untuk meningkatkan transmisi yang mendukung energi terbarukan. Dampaknya adalah penurunan biaya bagi konsumen dan peningkatan stabilitas energi nasional,” ujar Leonard.
Pengembangan smart grid di Indonesia menjadi salah satu elemen penting dalam mempercepat transisi energi dan menciptakan ketahanan energi jangka panjang. Direktur Eksekutif Kesejahteraan Berkelanjutan Indonesia (Sustain), Tata Mustasya menyatakan, bahwa smart grid tidak hanya meningkatkan efisiensi distribusi energi tetapi juga memperkuat sektor energi bersih di Indonesia.
“Investasi di smart grid dan energi terbarukan adalah langkah maju menuju ketahanan energi dan mitigasi dampak perubahan iklim. Ini adalah investasi yang jauh lebih menguntungkan daripada mempertahankan PLTU,” kata Tata.
Selain itu, Tata menekankan pentingnya hilirisasi teknologi energi terbarukan, khususnya melalui pengembangan baterai dan energi surya.
“Hilirisasi dapat meningkatkan nilai tambah ekonomi dan membuka banyak lapangan kerja. Ini adalah langkah nyata untuk menjadikan Indonesia sebagai pemain utama dalam industri energi bersih global,” tambahnya.
Selain aspek ekonomi, berbagai kelompok masyarakat juga mendukung langkah pensiun dini PLTU. Adhinda Maharani Rahardjo, Koordinator Koalisi Rakyat Bersihkan Cirebon (Karbon), menyoroti dampak negatif PLTU bagi masyarakat di sekitar area operasionalnya. “Selama bertahun-tahun, masyarakat sekitar merasakan efek buruk dari polusi udara, yang berdampak pada kesehatan dan mata pencaharian mereka. Ini adalah kerugian nyata yang tidak boleh diabaikan oleh pemerintah dalam mempertimbangkan transisi energi,” jelas Adhinda.
Adhinda menambahkan bahwa transisi energi bukan hanya sekadar mengganti sumber energi, tetapi juga tentang memperbaiki kualitas hidup masyarakat dan menjaga keberlanjutan lingkungan.
“Masyarakat Cirebon Timur, misalnya, telah lama mengalami dampak langsung dari operasional PLTU, dan transisi ini dapat memberi mereka lingkungan yang lebih sehat dan masa depan yang lebih bersih,” tambahnya. (Hartatik)