Jakarta – Aliansi Rakyat untuk Keadilan Iklim (ARUKI) mengecam pernyataan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia terkait kemungkinan mengikuti jejak Amerika Serikat yang menarik diri dari Perjanjian Paris (Paris Agreement). Dalam pernyataan pers, Jumat, 31 Januari, ARUKI, mengatakan bahwa pernyataan Bahlil menunjukkan ketidakberpihakan pemerintah terhadap keadilan iklim dan mengabaikan penderitaan masyarakat yang terdampak krisis iklim.
“Pernyataan ini menunjukkan ketidakpahaman dan ketidakpedulian pemerintah terhadap urgensi krisis iklim dan enggannya untuk memprioritaskan agenda keadilan iklim,” ujar Giorgio B. Indrarto, Deputy Director MADANI Berkelanjutan.
ARUKI menegaskan bahwa Indonesia telah memiliki kewajiban hukum untuk menjalankan komitmen Paris Agreement melalui Undang-Undang No. 16 Tahun 2016 serta Peraturan Presiden No. 98 Tahun 2021. Pengabaian terhadap komitmen ini dinilai akan merusak kredibilitas Indonesia di mata dunia serta menghilangkan akses terhadap pendanaan iklim internasional.
Data dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menunjukkan bahwa pada 2023-2024 terjadi 6.827 bencana terkait cuaca dan iklim yang berdampak pada lebih dari 13 juta orang di Indonesia. ARUKI juga menyoroti bahwa kelompok rentan seperti petani, nelayan, masyarakat adat, perempuan, dan penyandang disabilitas adalah pihak yang paling terdampak oleh krisis iklim.
Selain itu, ARUKI mengkritik keberlanjutan penggunaan batu bara sebagai sumber energi utama, yang bertentangan dengan upaya mitigasi perubahan iklim. “Pemikiran yang mendasarkan kedaulatan energi pada batu bara adalah paradigma yang keliru,” kata Syaharani dari Indonesian Center for Environmental Law (ICEL).
Sebagai tindak lanjut, ARUKI menyerukan kepada pemerintah untuk tetap mengimplementasi Paris Agreement dengan target pemensiunan dini PLTU batu bara;
memfasilitasi transisi ke energi terbarukan yang inklusif dan adil; mengutamakan keadilan iklim dalam kebijakan pembangunan; dan mendorong pembahasan RUU Keadilan Iklim dengan partisipasi publik yang lebih luas.
Pernyataan Bahlil Lahadalia dinilai menegaskan bahwa pemerintah masih mengutamakan eksploitasi sumber daya alam dibandingkan keselamatan lingkungan dan kesejahteraan rakyat. ARUKI menegaskan pentingnya reformasi kebijakan untuk memastikan transisi energi yang adil dan berkelanjutan bagi semua pihak. (nsh)
Foto banner: Markus Spiske/pexels.com