40 Persen potensi panas bumi berada di kawasan hutan

Jakarta – Empat puluh persen potensi panas bumi, atau sekitar 24 Gigawatt (GW) berada di hutan baik hutan lindung maupun konservasi, demikian pernyataan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Kamis (25/8). Sebagai negara penghasil panas bumi terbesar kedua di dunia, Indonesia berpotensi memanfaatkan energi baru terbarukan (EBT) ini sebagai tulang punggung di masa depan.

“Panas bumi merupakan tambang yang tidak memerlukan bukaan kawasan besar dan hanya butuh lahan kecil,” ujar Wakil Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Alue Dohong, dalam keterangan tertulis saat mengunjungi PT Supreme Energy Muara Laboh di Padang Aro, Sumatera Barat.

Lebih lanjut, menurutnya, meski sumber panas bumi sebagian besarnya berada di kawasan hutan lindung dan konservasi, pemanfaatannya tetap harus dioptimalkan dengan tetap menjaga kelestarian hutan. Pengelolaan energi panas bumi dan keberadaan hutan harus saling mendukung satu dengan lainnya.

Senior Manager Business Relations dan General Affairs PT Supreme Energy, Ismoyo Argo mengatakan bahwa energi panas bumi tidak menghasilkan limbah sama sekali sehingga sangat ramah lingkungan dan juga membutuhkan hutan untuk menjaga ketersediaan air. Pada proyek panas bumi juga ada program keanekaragaman hayati seperti pemulihan ekosistem, menghijaukan kawasan tandus dengan tanaman yang menghasilkan serta pemantauan satwa.

Selain di Muara Laboh, PT Supreme Energy mengelola energi panas bumi di dua lokasi lainnya yaitu Rantau Dedap Sumatera Selatan dengan kapasitas 91 megawatt yang sudah beroperasi dan Raja Basa, Lampung — keduanya berada di hutan lindung. (Hartatik)

Like this article? share it

More Post

Receive the latest news

Subscribe To Our Weekly Newsletter

Get notified about new articles