Jakarta – Pemerintah meminta waktu hingga akhir tahun untuk meluncurkan dokumen rencana investasi program Just Energy Transition Partnership (JETP) untuk memberi waktu bagi konsultasi publik sebelum finalisasi dan peluncuran dokumen Comprehensive Investment and Policy Plan (CIPP) JETP.
Rencana investasi JETP tersebut sedianya akan diumumkan Rabu, 16 Agustus. Dadan Kusdiana, Sekretaris Jenderal Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, dalam keterangan resmi mengatakan bahwa “pihak Sekretariat masih menambahkan data baru ke dalam analisa teknis dokumen CIPP, sehingga membutuhkan waktu tambahan sebelum dapat diresmikan”.
Penyusunan CIPP tersebut dikerjakan oleh empat kelompok kerja yakni Kelompok Kerja Teknis yang dipimpin oleh International Energy Agency (IEA), Kelompok Kerja Pendanaan yang dipimpin oleh Asian Development Bank, Kelompok Kerja Kebijakan yang dipimpin oleh Bank Dunia serta Kelompok Kerja Transisi Berkeadilan yang dipimpin oleh United Nations Development Programme (UNDP). Anggota kelompok kerja terdiri dari organisasi internasional dan nasional, termasuk mitra pembangunan, think tank dan organisasi masyarakat sipil.
Lebih lanjut, menurut Dadan, tenggat waktu yang baru juga memberikan masyarakat kesempatan untuk mengulas doumen CIPP secara utuh dan memberikan masukan dan tanggapan untuk dipertimbangkan dalam revisi final dokumen CIPP.
“Setelah proses publik dirampungkan, dokumen CIPP dapat diluncurkan resmi bersama oleh pemerintah bersama International Partners Group (IPG) jelang akhir tahun ini,” imbuhnya.
Sementara itu, Rachmat Kaimuddin, Deputi Bidang Koordinasi Infrastruktur dan Transportasi, Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi menambahkan, bahwa Sekretariat secara resmi telah menyerahkan draft CIPP kepada pemerintah Indonesia dan mitranya untuk di review, dan diberi masukan.
JETP ditanda tangani di sela-sela Konferensi Tingkat Tinggi G20 2022 merupakan inisiatif yang berhasil menghimpun unsur pemerintah, pelaku usaha, masyarakat sipil, pakar dan lembaga pendanaan dan perbankang untuk berkolaborasi menyusun rencana investasi bagi transisi energi. Kesepakatan yang bernilai USD 20 miliar ini merupakan pendanaan iklim terbesar di dunia dan menandakan upaya negara maju untuk mendukung akselerasi transisi energi di negara berkembang demi menegakkan keadilan iklim global. (Hartatik)