Tanggapi rencana konversi 20 juta ha hutan, Walhi: Bencana ekologis mengintai!

Jakarta – Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) menilai rencana pemerintah membuka 20 juta hektare hutan untuk kebutuhan ketahanan pangan, energi, dan air akan membawa kerugian besar bagi lingkungan dan kehidupan masyarakat, terutama mereka yang tinggal di sekitar kawasan hutan.

Manajer Kampanye Hutan dan Kebun Walhi, Uli Arta Siagian, dalam keterangannya, Kamis, 2 Januari, menyebut bahwa rencana ini tidak lebih dari upaya legalisasi deforestasi yang akan berdampak luas pada keseimbangan ekosistem.

“Ini adalah langkah menuju bencana ekologis yang nyata. Penggundulan hutan dalam skala besar akan melepaskan emisi karbon yang masif, mempercepat perubahan iklim, dan meningkatkan risiko gagal panen serta penyakit zoonosis,” ujar Uli.

Menurut Uli, rencana pengalihan fungsi hutan ini juga berpotensi menimbulkan konflik agraria yang meluas. “Rakyat yang tinggal di sekitar kawasan hutan akan menjadi korban utama. Mereka terancam tergusur, sementara konflik atas lahan yang digarap dapat memicu kekerasan dan kriminalisasi terhadap masyarakat adat dan petani kecil,” tegasnya.

Walhi juga mencatat bahwa saat ini lebih dari 33 juta hektare hutan di Indonesia telah dibebani izin konsesi di sektor kehutanan. Selain itu, 4,5 juta hektare konsesi tambang berbatasan langsung dengan kawasan hutan, dan 7,3 juta hektare hutan sudah dilepaskan, sebagian besar untuk perkebunan kelapa sawit.

“Rencana ini tidak hanya akan memperparah kondisi lingkungan, tetapi juga memicu ketimpangan sosial yang semakin dalam. Hutan yang tersisa menjadi benteng terakhir kita dalam menjaga keberlanjutan ekosistem,” tambah Uli.

Sementara itu, Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni membela rencana tersebut sebagai langkah strategis untuk memperkuat ketahanan pangan dan energi nasional.

“Kami telah mengidentifikasi 20 juta hektare hutan yang bisa dimanfaatkan secara optimal untuk menciptakan cadangan pangan, energi, dan air,” ujar Raja Juli dalam konferensi pers di Kompleks Istana Kepresidenan, Senin, 30 Desember.

Ia juga menekankan bahwa program ini akan mendukung swasembada pangan melalui budidaya padi gogo di lahan kering dan menanam pohon aren untuk bioetanol sebagai alternatif bahan bakar.

“Ini adalah bagian dari strategi nasional untuk mengurangi ketergantungan pada impor pangan dan energi,” katanya.

Namun, Walhi menilai narasi ketahanan pangan dan energi yang digunakan pemerintah hanya menjadi alasan untuk menyerahkan lahan kepada korporasi besar. “Ini bukan tentang rakyat, ini tentang memperbesar ruang bisnis bagi perusahaan besar yang beroperasi di sektor pangan dan energi,” kata Uli.

Uli juga mengingatkan bahwa perubahan iklim telah menimbulkan dampak serius bagi Indonesia, dari kekeringan hingga banjir bandang.

“Alih-alih mempercepat deforestasi, pemerintah seharusnya memperkuat perlindungan hutan yang ada dan mendorong pembangunan berbasis keberlanjutan,” pungkasnya. (Hartatik)

Like this article? share it

More Post

Receive the latest news

Subscribe To Our Weekly Newsletter

Get notified about new articles