Jakarta – Tingginya harga minyak dunia berpotensi membuat subsidi energi membengkak. Bahkan pemerintah berisiko mengeluarkan dana sebesar Rp 320 triliun untuk subsidi dan kompensasi energi.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Arifin Tasrif menyatakan, kalau harga minyak dunia bertahan di level sekarang, pemerintah berisiko mengeluarkan dana Rp 320 triliun untuk subsidi dan kompensasi BBM dan elpiji.
“Itu belum termasuk listrik, mungkin listrik tidak sebesar itu,” ujar Arifin dalam keterangannya dikutip Senin (18/4).
Adapun tren harga minyak dunia memang terus bergerak naik ke level di atas USD 100 per barel. Pada perdagangan Senin pagi, harga minyak mentah berjangka Brent terpantau berada di level USD 113,02 per barrel.
Harga minyak dunia yang naik turut mengerek harga minyak mentah Indonesia (ICP/Indonesia Crude Price) yang per Maret 2022 mencapai USD 98,4 per barel. Padahal, lanjut Arifin, dalam asumsi APBN saat ini harga ICP sebesar USD 63 per barrel, dengan perhitungan alokasi subsidi dan kompensasi BBM serta elpiji sekitar Rp 130 triliun.
Adapun harga minyak mentah yang kini bertengger di atas USD 100, membuat pemerintah harus menyiapkan kembali dana tambahan sebesar Rp190 triliun untuk subsidi energi.
“Saat ini harga jual BBM dan elpiji bersubsidi telah berada jauh dari harga keekonomian dampak harga minyak dunia yang terus melambung,” imbuhnya.
Oleh sebab itu, pemerintah harus mengeluarkan dana yang cukup besar untuk membayar subsidi dan kompensasi ke Pertamina maupun PLN. Arifin pun mengimbau masyarakat untuk menggunakan bahan bakar yang sesuai dengan kemampuannya, sehingga alokasi subsidi BBM dan elpiji tidak tergerus dan lebih tepat sasaran.
Ia menekankan, bahwa penyalahgunaan BBM subsidi akan menambah beban keuangan negara. “Masyarakat diminta ikut mengawasi dan melaporkan apabila menemukan penyimpangan-penyimpangan dalam penyaluran dan pemakaian BBM subsidi,” ucapnya.
Saat ini, pemerintah telah memiliki instrumen hukum untuk menjerat para pelaku penyalahgunaan BBM dan elpiji bersubsidi, dengan pidana penjara paling lama enam tahun dengan denda maksimal Rp60 miliar.
Sanksi itu tertuang dalam Undang-Undang Cipta Kerja Nomor 55/2020 dan Peraturan Pemerintah Nomor 36/2004 yang merupakan turunan dari Undang-Undang Migas Tahun 2001 tentang kegiatan usaha hilir minyak dan gas bumi. (Hartatik)
Sumber foto banner: https://migas.esdm.go.id/post/read/filosofi-kerja-cecep-menteri-arifin