Jakarta – Pemerintah Kota Pekalongan kini lebih siap dalam menghadapi dampak perubahan iklim berkat aplikasi Sistem Informasi Data Indeks Kerentanan (SIDIK). Aplikasi ini dirancang oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) untuk membantu pemerintah daerah mengidentifikasi kerentanan iklim di tingkat desa dan kelurahan, serta menyusun strategi adaptasi yang tepat.
Dalam talkshow bertema “SIDIK untuk Mainstreaming Adaptasi Perubahan Iklim” yang diadakan pada Festival Lingkungan, Iklim, Kehutanan, dan Energi Terbarukan ke-2 (LIKE-2) di Jakarta, Inspektur Jenderal KLHK, Laksmi Wijayanti, menjelaskan bahwa SIDIK telah menerima penghargaan bergengsi dari PBB, yaitu United Nations Public Service Awards (UNPSA) pada Juni 2024. Penghargaan ini diberikan atas kontribusi SIDIK dalam mendukung pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs).
“Sistem ini tidak hanya sebagai alat bantu teknis, tetapi juga menjadi masukan penting dalam penyusunan kebijakan, pendidikan, dan pengambilan keputusan di berbagai tingkat, baik oleh pemerintah, akademisi, maupun masyarakat luas,” kata Laksmi dalam keterangannya, Selasa, 13 Agustus.
SIDIK telah diimplementasikan di berbagai daerah di Indonesia. KLHK, menurut Laksmi, telah memberikan asistensi teknis kepada sembilan provinsi, 31 kabupaten, dan 16 kota untuk menggunakan SIDIK dalam pengembangan kebijakan adaptasi perubahan iklim. Salah satu daerah yang telah memanfaatkan SIDIK adalah Kota Pekalongan.
Direktur Adaptasi Perubahan Iklim KLHK, Irawan Asaad, menekankan pentingnya SIDIK dalam konteks Indonesia yang rentan terhadap dampak perubahan iklim.
“Dengan meningkatnya frekuensi dan intensitas bencana hidrometeorologi, SIDIK menjadi sangat krusial dalam mendukung tata kelola pemerintahan yang lebih tangguh terhadap iklim, serta sebagai alat untuk meningkatkan kapasitas dan literasi iklim masyarakat,” ujar Irawan.
Pada kesempatan itu, Kepala Bappeda Kota Pekalongan, Cayekti Widigdo, menyatakan bahwa SIDIK telah digunakan dalam penyusunan Rencana Aksi Daerah Adaptasi Perubahan Iklim di kotanya.
“Sebagian besar indikator yang kami gunakan bersumber dari SIDIK, namun kami juga menambahkan indikator spesifik terkait permasalahan banjir rob yang kerap melanda wilayah pesisir kami,” jelas Cayekti.
Melalui SIDIK, Pekalongan mampu menghitung tingkat kerentanan terhadap perubahan iklim, serta menentukan aksi prioritas untuk setiap kelurahan. Beberapa program yang dihasilkan antara lain Program Kampung Iklim (Proklim), Kawasan Pesisir Tangguh, dan Kelurahan Tangguh Bencana. Program-program ini dirancang untuk memperkuat ketangguhan masyarakat dalam menghadapi berbagai risiko iklim.
Dian Afriyanie dari ITB yang turut hadir dalam diskusi ini memberikan rekomendasi untuk pengembangan SIDIK ke depan. Menurutnya, perlu ada metodologi yang lebih kuat untuk menghitung kerentanan sektor secara spesifik dan mengembangkan analisis berbasis spasial. “Indikator kerentanan yang digunakan harus bersifat generik agar dapat merepresentasikan kondisi riil yang dapat dibandingkan antar waktu dan daerah,” saran Dian.
Dengan pemanfaatan SIDIK yang terus berkembang, diharapkan daerah-daerah di Indonesia semakin siap dalam menghadapi tantangan perubahan iklim, khususnya dalam melindungi masyarakat yang paling rentan. (Hartatik)
Foto banner: Inovasi pelayanan publik SIDIK (Sistem Informasi Data Indeks Kerentanan) dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) meraih prestasi pada ajang United Nations Public Service Awards (UNPSA) 2024. Penghargaan tersebut yang diserahkan pada tanggal 26 Juni 2024 di Incheon, Korea Selatan. (Sumber: PPID KLHK)