Jakarta – Saham emiten energi terbarukan, ditutup bervariasi pada akhir perdagangan Selasa, 13 Agustus. Pada akhir sesi II perdagangan hari ini, dari 8 saham perusahaan energi terbarukan di Bursa Efek Indonesia, 3 saham diantaranya berakhir di zona merah. Sementara 3 saham stagnan, dan 2 saham justru berakhir di zona hijau.
Saham-saham yang berakhir melemah yakni PT Barito Renewables Energy Tbk (BREN) yang turun 0,3% ke level 8.400, kemudian saham PT Pertamina Geothermal Energy Tbk (PGEO) melemah 0,41% ke level 1.225, dan saham PT Arkora Hydro turun 2,27% ke level 1.075.
Sementara itu, tiga saham emiten energi terbarukan yang mengalami stagnansi, masing-masing saham PT Sky Energy Indonesia Tbk (JSKY, PT Kencana Energi Lestari Tbk (KEEN), serta PT Semacom Integrated Tbk (SEMA).
Adapun saham emiten energi terbarukan yang menguat pada akhir perdagangan hari ini, yakni saham PT Terregra Asia Energy (TGRA) yang naik 7,41% ke level 28, dan PT Maharaksa Biru Energi (OASA) yang menguat 0,75% ke level 135.
Indeks sektor energi pada perdagangan kemarin, ditutup menguat 2,11%, dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berarkhir menguat 0,81% ke level 7.356,63.
Saham emiten yang bergelut di bisnis energi terbarukan (EBT) menarik perhatian pelaku pasar dalam satu tahun terakhir. Apalagi usai PT Barito Renewables Energy Tbk (BREN) meroket hingga menembus jajaran papan atas emiten dengan kapitalisasi pasar terbesar.
Namun jika diakumulasi secara year-to-date hingga perdagangan hari ini, laju saham BREN masih tertinggal dari PT Arkora Hydro Tbk, yang merupakan entitas usaha Grup Astra melalui PT United Tractors Tbk (UNTR) ini mengakumulasi kenaikan harga saham sebanyak 52,48%.
Sementara saham BREN hanya menguat 12,37% sejak awal tahun ini.
Kinerja saham emiten energi terbarukan pun diprediksi masih akan bersinar ke depannya, seiring dengan rencana Pemerintah meningkatkan bauran energi baru terbarukan di Indonesia.
Teranyar, Pemerintah memberikan relaksasi penerapan tingkat kandungan komponen dalam negeri (TKDN) untuk proyek pembangkit listrik tenaga surya (PLTS), yang direncanakan beroperasi secara komersial paling lambat pada 30 Juni 2026.
Ketentuan relaksasi tersebut tertuang dalam Pasal 19 Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 11 Tahun 2024 tentang Penggunaan Produk Dalam Negeri untuk Pembangunan Infrastruktur Ketenagalistrikan.
“Saat ini, kita sedang mempercepat pembangunan PLTS-PLTS yang ada di Indonesia dan sudah banyak pula pabrik-pabrik yang sudah berdiri untuk membuat modul surya, baik itu berasal dari modul wafer yang sudah jadi maupun sekarang sudah bukan. Kita sudah memperhatikan bahwa pabrik dalam negeri sudah berupaya sedemikian rupa,” kata Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Eniya Listiani Dewi dalam keterangannya di Jakarta, Selasa. (hs)