Jakarta – Pemerintah melalui PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) tengah memasuki tahap akhir penyusunan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2024-2034. Rencana strategis ini dirancang untuk menambah kapasitas pembangkit listrik nasional hingga 71 gigawatt (GW), dengan mayoritas berbasis energi baru dan terbarukan (EBT), sebagai bagian dari upaya transisi menuju energi bersih.
Wakil Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Kartika Wirjoatmodjo, yang akrab disapa Tiko, mengungkapkan bahwa finalisasi dokumen ini akan dilakukan awal Januari 2025. Prosesnya melibatkan diskusi intensif antara Kementerian BUMN, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), serta Kementerian Keuangan.
“Kami sudah berada di tahap akhir penyusunan RUPTL. Menteri BUMN, Menteri ESDM, dan Menteri Keuangan akan melakukan rapat final untuk memutuskan rancangan ini pada Januari mendatang,” ujar Tiko dalam keterangan resmi, saat berkunjung ke Pusat Pengatur Beban (UIP2B) PLN di Depok, Jawa Barat, Jumat, 27 Desember.
Dominasi energi baru dan terbarukan (EBT)
Dalam RUPTL yang baru, pemerintah menargetkan sebagian besar tambahan kapasitas pembangkit berasal dari EBT. Menurut Tiko, hal ini sejalan dengan komitmen pemerintah untuk memanfaatkan potensi sumber daya alam Indonesia yang melimpah dan mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil.
“Mulai tahun 2025, PLN akan membangun pembangkit berbasis energi baru dan terbarukan secara masif. Dari tambahan kapasitas 71 GW yang direncanakan hingga 2034, mayoritasnya akan dipenuhi oleh EBT. Ini adalah langkah besar untuk memperkuat ketahanan energi nasional,” jelasnya.
Selain membangun pembangkit baru, PLN juga akan fokus pada pengembangan teknologi jaringan pintar (smart grid) dan jaringan transmisi antarpulau. Langkah ini bertujuan untuk mengoptimalkan distribusi energi dari daerah yang kaya potensi EBT, seperti Sumatera dan Kalimantan, ke wilayah dengan permintaan tinggi seperti Jawa.
“Kami berencana membangun jaringan inter-island grid antara Sumatera, Kalimantan, dan Jawa. Ini akan memastikan kapasitas energi terbarukan dari Sumatera dan Kalimantan dapat dimanfaatkan secara maksimal untuk memenuhi kebutuhan di Jawa,” ungkap Tiko.
Pemerintah memandang transisi menuju energi bersih sebagai langkah strategis untuk menjaga keberlanjutan lingkungan sekaligus memenuhi kebutuhan listrik yang terus meningkat. Namun, Tiko mengakui bahwa implementasi RUPTL 2024-2034 menghadapi tantangan, termasuk kebutuhan investasi besar dan integrasi teknologi baru.
“Dengan potensi sumber daya alam yang luar biasa, Indonesia memiliki peluang besar untuk menjadi pemimpin dalam transisi energi di kawasan. Namun, kita juga perlu memastikan kesiapan dari segi pendanaan, teknologi, dan kebijakan,” tambahnya.
RUPTL 2024-2034 tidak hanya mencerminkan ambisi Indonesia untuk mempercepat transisi energi, tetapi juga komitmen pemerintah dalam mendukung agenda global untuk mengurangi emisi karbon.
“Rencana ini bukan sekadar dokumen, tetapi sebuah peta jalan untuk masa depan energi Indonesia. Dengan kolaborasi semua pihak, kita optimistis target ini dapat tercapai,” kata Tiko menutup pernyataannya. (Hartatik)