Risiko perubahan iklim jadi fokus perencanaan sektor keuangan dunia

Jakarta – Perubahan iklim yang diperkirakan akan menjadi ancaman serius bagi perekonomian global pada 2023, menjadi pembicaraan mainstream di dunia, termasuk dalam pasar finansial, menurut Menteri Keuangan Sri Mulyani awal bulan ini. Dikatakannya, perubahan iklim menjadi salah satu topik utama dalam G20 termasuk mengenai keuangan berkelanjutan (sustainable finance), dan banyak negara memasukkan risiko perubahan iklim dalam setiap keputusan perencanaan penganggaran di sektor keuangan, termasuk perbankan.

Sri Mulyani di hadapan pelaku sektor keuangan dalam CEO Banking Forum di Jakarta, mengingatkan agar mewaspadai ancaman tersebut. Menurutnya, selain perubahan iklim, Indonesia juga perlu mewaspadai terhadap berbagai potensi risiko seperti resesi, utang, dan geopolitik. Potensi resesi tahun ini salah satu mulai tercermin dari Dana Moneter Internasional (IMF) yang memperkirakan ekonomi global 2023 hanya tumbuh 2,7 persen.

Perkiraan IMF terhadap ekonomi global 2023 tersebut lebih rendah dibandingkan perkiraannya untuk pertumbuhan ekonomi 2022 yang sebesar 3,2 persen, bahkan realisasi pertumbuhan 6 persen pada 2021. Melalui perkiraan itu, IMF pun memprediksikan 30 persen sampai 40 persen dari perekonomian negara-negara di dunia akan mengalami resesi pada tahun ini.

Selain ancaman resesi, dunia turut dihadapkan dengan adanya utang negara yang sudah tidak berkelanjutan pada tahun 2023. Terdapat lebih dari 63 negara di dunia yang utangnya dalam kondisi mendekati bahkan sudah tidak berkelanjutan hingga hal ini menjadi salah satu topik utama dalam gelaran Presidensi G20 Indonesia.

“Tahun 2023 dunia harus menjinakkan inflasi dengan menaikkan suku bunga pada saat debt stock-nya tinggi pasti berdampak tidak hanya resesi tapi di berbagai negara yang utangnya sangat tinggi berpotensi mengalami debt crisis (krisis utang),” jelas Sri Mulyani.

Terlebih lagi, ia mengatakan utang negara-negara di sekitar Asia Selatan saat ini semuanya sedang kondisi stres mulai dari Bangladesh, Sri Lanka dan Pakistan masuk menjadi pasien IMF.

Tak hanya berhenti sampai di situ, pergeseran fundamental yang terjadi pada geopolitik turut memperparah dunia yang sedang dihadapkan dalam kondisi risiko ekonomi dan keuangan karena akan mengganggu rantai pasok global. (Hartatik)

Like this article? share it

More Post

Receive the latest news

Subscribe To Our Weekly Newsletter

Get notified about new articles