Ribuan kiloliter biosolar B40 mulai disalurkan dari kilang Plaju dan Kasim

Jakarta – Indonesia melangkah lebih jauh dalam transisi energi hijau dengan mulai mendistribusikan ribuan kiloliter (kl) biosolar B40 dari dua kilang utama, yaitu kilang Plaju di Sumatera Selatan dan kilang Kasim di Papua Barat Daya. Langkah ini menandai dimulainya implementasi program mandatori bahan bakar nabati (BBN) B40 pada 1 Januari 2025, sesuai Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 341.K/EK.01/MEM.E/2024.

Dalam distribusi perdana ini, sebanyak 5.000 kl B40 dikirimkan dari kilang Plaju, sementara kilang Kasim menyuplai 4.600 kl. Taufik Aditiyawarman, Direktur Utama Kilang Pertamina Internasional (KPI), menyebutkan bahwa ini merupakan langkah signifikan dalam mendukung transisi energi dan komitmen terhadap keberlanjutan.

“Produksi dan distribusi biosolar B40 bukan hanya tentang memenuhi kebutuhan energi nasional, tetapi juga menjadi kontribusi kami dalam mencapai net-zero emissions pada 2060. Ini adalah komitmen nyata kami terhadap keberlanjutan, ekonomi hijau, dan masa depan yang lebih bersih,” ujar Taufik dalam pernyataan resmi, Rabu, 15 Januari.

Program Biodiesel di Indonesia dimulai dengan implementasi B20 pada 2019, kemudian meningkat menjadi B30 di tahun yang sama. Selanjutnya, B35 diluncurkan pada 2023, hingga kini mencapai B40. Biosolar B40 sendiri merupakan campuran 40% fatty acid methyl esters (FAME) berbasis minyak kelapa sawit dan 60% bahan bakar minyak jenis solar.

Kilang Plaju dan kilang Kasim menjadi pusat produksi utama untuk bahan bakar inovatif ini. Dengan kapasitas produksi masing-masing 119.240 kl per bulan di Plaju dan 15.898 kl per bulan di Kasim, kedua fasilitas tersebut telah dipersiapkan dengan sarana dan infrastruktur pendukung yang memadai.

“Ini adalah hasil dari kesiapan infrastruktur dan teknologi yang telah kami kembangkan selama bertahun-tahun. Mandatori B40 menjadi bukti nyata bahwa Indonesia mampu mengintegrasikan bahan bakar nabati ke dalam sistem energi nasional,” tambah Taufik.

Dampak lingkungan dan keberlanjutan

Implementasi B40 merupakan bagian dari upaya Indonesia untuk mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil sekaligus menurunkan emisi karbon. Taufik menekankan bahwa produksi Biosolar ini mendukung tujuan Sustainable Development Goals (SDGs), khususnya dalam menjamin akses energi bersih yang terjangkau bagi masyarakat.

“Selain ramah lingkungan, B40 juga menawarkan solusi ekonomi dengan memanfaatkan minyak kelapa sawit domestik, sekaligus menciptakan lapangan kerja di sektor energi terbarukan,” jelasnya.

Meskipun pencapaian ini layak diapresiasi, Indonesia masih menghadapi tantangan dalam memastikan distribusi B40 merata ke seluruh wilayah dan memitigasi dampak negatif pada lingkungan, seperti potensi peningkatan deforestasi akibat ekspansi lahan sawit.

“Ini adalah langkah awal yang penting, tetapi perjalanan masih panjang. Kami perlu memastikan bahwa produksi bahan bakar nabati ini tidak mengorbankan ekosistem dan tetap sejalan dengan prinsip keberlanjutan,” imbuh Taufik. (Hartatik)

Like this article? share it

More Post

Receive the latest news

Subscribe To Our Weekly Newsletter

Get notified about new articles