Jakarta – Sistem drainase yang tidak memadai di area bekas tambang emas ilegal di Nagari Sungai Abu, Kabupaten Solok, Sumatera Barat, menjadi salah satu faktor yang memperparah bencana tanah longsor, menurut Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG), Sabtu, 28 September.
Bencana yang menelan korban para penambang ilegal tersebut terjadi pada hari Kamis. Kepala PVMBG Hadi Wijaya menegaskan bahwa curah hujan tinggi dan sistem pengelolaan air yang buruk mempercepat terjadinya longsor di wilayah tersebut.
“Selain curah hujan yang tinggi, kondisi tanah di sekitar tambang yang digali tanpa memperhatikan stabilitas lereng serta sistem drainase yang buruk menyebabkan air hujan terkumpul di area galian. Hal ini mempercepat pelarutan tanah dan memicu longsoran,” kata Hadi dalam keterangan resminya di Bandung.
Bencana yang terjadi di bekas tambang ilegal itu menyebabkan 13 orang tewas dan 12 selamat, menurut Badan Penanggulangan Bencana Nasional (BNPB), Minggu, 29 September.
Potensi gerakan tanah menengah hingga tinggi
Menurut Hadi, wilayah Kabupaten Solok termasuk dalam zona kerentanan gerakan tanah menengah hingga tinggi berdasarkan Peta Prakiraan Terjadi Gerakan Tanah September 2024. “Zona ini menunjukkan bahwa gerakan tanah dapat terjadi terutama di daerah yang berbatasan dengan lembah sungai, tebing jalan, atau gawir. Erosi yang kuat dan curah hujan tinggi dapat mengaktifkan kembali gerakan tanah lama,” jelas Hadi.
Ia menambahkan bahwa penggalian di area tambang dengan sudut lereng yang curam tanpa penopang yang memadai meningkatkan risiko longsor. Selain itu, penggalian bawah tanah dan pembuatan rongga di dalam tanah semakin memperlemah struktur tanah, membuat lereng lebih rentan runtuh saat terpapar air hujan. Menurutnya, sistem drainase yang baik penting di lokasi tambang untuk menyalurkan air hujan dengan efektif.
Hadi menyebutkan, salah satu langkah mitigasi penting yang harus dilakukan adalah merehabilitasi lahan bekas tambang ilegal. “Bekas area tambang harus segera ditanami kembali dengan vegetasi yang sesuai untuk memperbaiki daya dukung tanah dan mengurangi risiko longsor di masa depan,” ujarnya.
Mengingat intensitas curah hujan di wilayah tersebut masih tinggi, PVMBG meminta warga untuk waspada terhadap potensi longsor, terutama jika terjadi hujan yang berlangsung lama. Aparat dan tim evakuasi juga diimbau untuk berhati-hati karena material longsor yang masih ada berisiko memicu longsoran baru.
PVMBG juga mendorong agar aktivitas pengembangan pemukiman di area terdampak longsor dihentikan. “Daerah tersebut sangat rawan, dan aktivitas yang dapat mengganggu stabilitas lereng, seperti pemotongan lereng, sebaiknya tidak dilakukan,” imbuh Hadi.
Pengawasan terhadap tambang ilegal juga perlu diperketat untuk menghindari kejadian serupa di masa mendatang. Selain itu, sosialisasi kepada masyarakat mengenai bahaya tambang ilegal dan risiko longsor perlu ditingkatkan.
“Bencana ini mengingatkan kita akan pentingnya pengelolaan lingkungan yang lebih baik, terutama di area rawan bencana seperti lokasi tambang. Rehabilitasi dan penegakan regulasi harus menjadi prioritas untuk mencegah korban jiwa lebih lanjut,” pungkas Hadi. (Hartatik)