Jakarta – Dengan semangat kolaborasi dan kepedulian terhadap lingkungan, Mosaic (Muslims for Shared Action on Climate Impact) kembali menghadirkan program unggulan mereka, Sedekah Energi. Program ini, yang diluncurkan Kamis, 9 Januari, mengajak umat muslim untuk berkontribusi dalam transisi energi bersih melalui pemasangan panel surya di masjid-masjid.
Tahun 2025, program ini memperluas cakupannya ke Jawa Barat dan Sumatera Barat setelah sukses di Nusa Tenggara Barat dan Yogyakarta (Masjid Al Muharram). Abdul Gaffar Karim, Dewan Pembina Mosaic, menjelaskan bahwa Sedekah Energi adalah wujud nyata kontribusi umat muslim dalam mengatasi krisis iklim dengan nilai spiritual yang mendalam.
“Kami terinspirasi dari konsep sedekah amal jariyah. Melalui inisiatif ini, umat Muslim tidak hanya membantu masjid-masjid mengurangi ketergantungan pada energi fosil, tetapi juga mendapatkan pahala yang terus mengalir,” katanya.
Solusi praktis untuk transisi energi
Sedekah Energi mengintegrasikan aksi sosial dan lingkungan. Program ini menyediakan panel surya untuk kebutuhan listrik masjid, yang sekaligus membantu mengurangi emisi karbon. Lebih dari itu, inisiatif ini juga menyasar pemberdayaan komunitas lokal melalui pelatihan dan edukasi terkait energi terbarukan.
Elok F. Mutia, Project Leader Sedekah Energi, menekankan pentingnya masjid sebagai pusat perubahan berbasis komunitas. “Masjid memiliki potensi besar untuk menjadi model transisi energi bersih. Hingga kini, dua masjid yang telah dilengkapi panel surya mampu mengurangi emisi karbon sebesar 6,8 ton per tahun, yang setara dengan manfaat lingkungan dari 680 pohon,” ujarnya.
Program ini tak hanya berfokus pada pengurangan emisi, tetapi juga membawa manfaat ekonomi langsung bagi masyarakat. “Hingga saat ini, Sedekah Energi telah menghasilkan penghematan biaya listrik hingga Rp39 juta, memberikan dampak positif bagi lebih dari 1.000 orang di sekitar masjid,” tambah Elok.
Membangun kesadaran dan aksi kolektif
Melalui Sedekah Energi, Mosaic menggalang dukungan dari umat Muslim secara nasional. Lebih dari 5.000 donatur telah berpartisipasi melalui platform kitabisa.com, memungkinkan pemasangan panel surya dengan kapasitas total 9.600 WP di beberapa masjid.
Abdul Gaffar berharap program ini dapat menginspirasi lebih banyak komunitas untuk ikut serta dalam upaya mitigasi krisis iklim. “Langkah kecil ini adalah bagian dari upaya besar. Kita memulai dari masjid sebagai pusat kehidupan masyarakat, tetapi harapannya, gerakan ini bisa menjalar ke seluruh lapisan umat,” katanya.
Sedekah Energi kini memasuki tahap ketiga dan keempat. Fokusnya adalah memperluas jaringan masjid ramah lingkungan di Jawa Barat dan Sumatera Barat. Inisiatif ini tidak hanya menjadi solusi untuk kebutuhan energi bersih, tetapi juga simbol solidaritas umat dalam menghadapi tantangan global, seperti krisis iklim.
“Jika kita sebagai umat Muslim bisa mengambil peran aktif dalam melindungi ciptaan Allah melalui transisi energi bersih, maka ini adalah kontribusi nyata yang bernilai spiritual tinggi,” pungkas Abdul Gaffar.
Pada kesempatan itu, Ananto, Takmir Masjid Al Muharram di Bantul, Yogyakarta, mengungkapkan bahwa sejak 2013, masjid ini telah berkomitmen pada konsep arsitektur yang berkelanjutan. “Dari awal, kami merancang masjid ini agar ramah lingkungan. Misalnya, penerangan siang hari sepenuhnya memanfaatkan cahaya matahari. Ini adalah salah satu langkah sederhana yang punya dampak besar,” ujar Ananto.
Masjid Al Muharram tidak hanya berhenti pada konsep arsitektur hijau. Masjid ini aktif menggalang berbagai inisiatif berbasis komunitas. Salah satunya adalah gerakan pengelolaan sampah laut yang dimulai sejak 2021 bersama Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi.
“Tujuan kami sederhana, yaitu mengubah persepsi masyarakat bahwa sampah itu bernilai. Tahun lalu, kami berhasil menggelar Sedekah Sampah Akbar yang mendonasikan hasilnya untuk Palestina. Dalam satu hari, kami berhasil mengumpulkan Rp 9 juta dari kontribusi satu kampung,” jelas Ananto.
Tak hanya itu, masjid ini juga memanfaatkan dana sedekah sampah untuk aksi kemanusiaan. Sebanyak Rp 8,5 juta dari hasil sedekah sampah digunakan untuk menyalurkan 50 tangki air bersih ke wilayah kekeringan di Gunung Kidul.
Gerakan hijau dan energi terbarukan
Masjid Al Muharram juga memprioritaskan penghijauan lingkungan sekitar masjid. “Kami menghitung kebutuhan oksigen jamaah kami. Jika ada 100 jamaah, maka kami harus menanam cukup pohon untuk memenuhi kebutuhan oksigen mereka,” tutur Ananto.
Selain itu, masjid ini juga telah membentuk program penampungan air hujan untuk membantu tetangga sekitar yang membutuhkan air bersih. Gerakan lainnya meliputi Sedekah Minyak Jelantah, yang hasilnya dimanfaatkan untuk mendukung program-program lingkungan.
“Kami mulai dengan sedekah sampah pada 2013. Alhamdulillah, gerakan ini kini ditiru oleh komunitas lain, bahkan oleh Muslim di Amerika,” ujar Ananto dengan penuh semangat.
Sebagai bagian dari visi besar eco masjid, Masjid Al Muharram kini sedang mengembangkan konsep ramah anak dan ramah difabel, meskipun belum mendapatkan sertifikasi resmi. Masjid ini juga aktif dalam mendukung transisi energi bersih dengan memanfaatkan sumber daya energi terbarukan.
Dalam program Sedekah Karbon terbaru, lebih dari 5.500 orang menyumbang dari nominal kecil hingga terkumpul Rp 8 juta. Dana ini digunakan untuk mendukung proyek-proyek energi terbarukan yang sejalan dengan visi masjid.
“Bagi kami, masjid bukan hanya tempat ibadah, tetapi pusat aktivitas yang memberdayakan masyarakat. Dengan eco masjid, kami berharap dapat menjadi inspirasi bagi masjid-masjid lain untuk berkontribusi pada lingkungan,” pungkas Ananto. (Hartatik)
Foto banner: Masjid Al Muharram memanfaatkan energi matahari melalui panel surya untuk mensuplai listrik sehari-hari yang menjadi salah satu sasaran program Sedekah Energi, inisiasi Mosaic (Muslims for Shared Action on Climate Impact). (Tangkapan layar JogjaTV)