Jakarta – Pertama kali di Indonesia, Pertamina New & Renewable Energy (Pertamina NRE) bekerja sama dengan Pupuk Kaltim akan mengembangkan ammonia hijau bertenaga thorium. Kedua badan usaha milik Negara (BUMN) ini juga melibatkan pihak-pihak strategis lain yang ahli di industri ini, yaitu Copenhagen Atomics, Topsoe, Alfa Laval Copenhagen, dan Aalborg CSP.
“Keenam perusahaan ini sepakat untuk bekerja sama melaksanakan studi terkait pengembangan amonia hijau melalui pemanfaatan pembangkit listrik tenaga nuklir small modular reactor (SMR) dengan bahan baku thorium di Bontang, Kalimantan Timur,” terang Chief Executive Officer Pertamina NRE, Dannif Danusaputro dalam keterangan resmi.
Menurut Dannif, kesepakatan atas kerja sama tersebut dituangkan dalam sebuah nota kesepahaman yang ditandatangani di Kantor Pusat Topsoe di Lyngby, Denmark, Jumat, 19 Mei 2023.
“Amonia hijau merupakan salah satu bisnis masa depan Pertamina NRE. Kami saat ini juga tengah mengembangkan pilot project hidrogen hijau dan amonia hijau di Sulawesi Utara,” imbuhnya. Ia optimistis bahwa kerja sama ini akan menciptakan nilai yang tinggi, terutama dalam upaya transisi energi serta dekarbonisasi.
Dannif berharap melalui kerjasama ini, Pupuk Kaltim dan Pertamina NRE dapat memproduksi amonia hijau yang mampu dimanfaatkan 45 juta penduduk Indonesia. Tidak hanya itu, dengan energi hijau yang digunakan berpotensi menekan emisi hingga 1,7 juta ton CO2 per tahun.
“Proyek amonia hijau yang berbasis thorium ini akan menjadi inisiatif pertama di Indonesia untuk memanfaatkan tenaga nuklir,” tegas Dannif.
Sementara itu, Direktur Utama Pupuk Kaltim, Rahmad Pribadi menambahkan, inisiatif ini merupakan bagian dari bentuk komitmen Pupuk Kaltim dalam melakukan inovasi untuk menyediakan produk pertanian yang ramah lingkungan.
Thorium adalah sumber energi baru dan terbarukan, serta termasuk bahan bakar nuklir selain uranium. Berdasarkan informasi dari situs resmi batan.go.id, Indonesia memiliki potensi kandungan thorium mencapai 210.000 – 270.000 ton yang tersimpan di Bangka, Kalimantan Barat, dan Sulawesi Barat. Potensi ini memberikan peluang yang sangat besar bagi Indonesia untuk mengembangkan dan memanfaatkannya. (Hartatik)