Pensiun dini PLTU diprioritaskan wilayah over suplai

Jakarta – Pemerintah akan memprioritaskan wilayah over suplai listrik sebagai sasaran untuk program pensiun dini pembangkit listrik tenaga uap (PLTU), menurut Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), akhir Februari. Hal itu sebagai komitmen dari realisasi kerja sama pendanaan transisi energi atau Just Energy Transitions Partnership (JETP).

“Untuk menentukan PLTU mana yang akan dipensiunkan, pemerintah nanti akan memilih PLTU di wilayah yang produksi listriknya berlebih. Pembangkit itu juga dinilai sudah tidak efisien dan pembakarannya sudah tidak sesuai spek awal,” ujar Menteri ESDM Arifin Tasrif.

Lebih lanjut, dikatakannya bahwa program pensiun dini PLTU batubara tidak akan merugikan pengusaha pemilik pembangkit, sebab ada penghitungan nilai asetnya jika dilakukan percepatan penghentian operasi. Arifin memberi contoh, misalnya kontrak masih tersisa 15 tahun, untuk mempercepat penutupan menjadi tiga tahun, akan dihitung nilainya saat ini dan nilai setelah tiga tahun.

Sebaliknya, aset PLTU tersebut akan dibeli kemudian dioperasikan dengan waktu yang lebih cepat menuju penghentiannya. Dengan adanya sekretariat JETP, menurutnya, tim sudah siap bekerja merealisasikan kerja sama pendanaan transisi energi. Salah satu tugasnya dalam enam bulan ke depan adalah menyelesaikan roadmap pensiun dini PLTU batubara.

“Timeline penghapusan PLTU akan kita buat, menunya sudah ada, nanti dipilih mana-mana dulu yang paling applicable, paling implementable. Nanti jika sudah dipensiunkan akan diganti dengan pembangkit listrik dengan energi yang lebih bersih,” imbuhnya.

Indonesia mendapatkan komitmen pendanaan 20 miliar USD atau sekitar Rp 302 triliun (kurs Rp 15.100) dalam program JETP dari negara G20. Pendanaan itu beragam bentuknya, mulai dari hibah, pinjaman hingga bantuan. Mempensiunkan PLTU merupakan bagian dari program JETP. (Hartatik)

Foto banner: PLTU Cirebon-1 dengan kapasitas 660 megawatt (MW) akan dipensiunkan lebih awal melalui skema energy transition mechanism (ETM) dengan dukungan pendanaan dari Asia Development Bank (ADB), senilai 250 juta-300 juta USD atau setara Rp 3,8 triliun – Rp 4,6 triliun. (Sumber: Cirebon Electric Power)

Like this article? share it

More Post

Receive the latest news

Subscribe To Our Weekly Newsletter

Get notified about new articles