Pengelolaan ekosistem karbon biru mendapat pendanaan Rp 9,9 miliar

Jakarta – Pemerintah melalui Kementerian Perencanaan dan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) dan Dana Perwalian Perubahan Iklim Indonesia(ICCTF) bersama Badan Pembangunan Perancis (AFD) bekerja sama mengelola ekosistem karbon biru yang akan diintegrasikan dengan kebijakan perubahan iklim nasional. Dalam kerja sama ini dialokasikan pendanaan pendanaan sebesar 620.000 euro atau sekitar Rp 9,9 miliar.

Kerja sama dengan durasi proyek tiga tahun ini akan berfokus mengelola ekosistem karbon biru di tiga lokasi, yakni Juru Seberang (Belitung), Likupang (Sulawesi Utara), dan Raja Ampat (Papua Barat). Kerja sama ini bentuk upaya dalam pembangunan rendah karbon sekaligus langkah strategis untuk peningkatan kualitas dan kelestarian dari ekosistem biru, melalui implementasi Kerangka Kerja Strategis Karbon Biru Indonesia.

Peresmian kerja sama sekaligus sosialisasi terkait pelaksanaan proyek karbon biru ini dirilis pada diskusi bertajuk Integrasi Karbon Biru dalam Kebijakan Perubahan Iklim di Indonesia” di Jakarta, akhir Mei. Hadir dalam acara itu, Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Kelautan dan Perikanan Kementerian PPN/Bappenas Sri Yanti mengatakan, sesuai Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024, pembangunan rendah karbon merupakan program prioritas untuk meningkatkan kualitas lingkungan, ketahanan bencana, dan perubahan iklim.

“Salah satu upaya dalam pembangunan rendah karbon ialah mengoptimalisasi potensi ekosistem karbon biru berupa mangrove dan padang lamun,” ujarnya.

Terkait hal ini, menurut Sri, perlu dilakukan identifikasi kebutuhan kebijakan ekosistem karbon biru untuk mitigasi perubahan iklim dan instrumen teknis pendukung lainnya. Selain itu, perlu dilakukan integrasi pengelolaan ekosistem karbon biru ke dalam kebijakan keanekaragaman hayati dan iklim Indonesia. Apalagi kunci optimalisasi potensi karbon biru dalam mitigasi perubahan iklim dapat melalui perdagangan karbon internasional dan kontribusi dalam penurunan emisi sesuai dengan dokumen kontribusi nasional (NDC).

Sementara itu, Kepala Sub-Direktorat Inventarisasi Gas Rumah Kaca Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Budiharto menjelaskan, dalam pedoman panel antarpemerintah tentang perubahan iklim (IPCC), karbon biru kerap dikaitkan dengan ekosistem pesisir. Ekosistem ini meliputi mangrove, rawa pasang surut, dan padang lamun.

”Ketersediaan data, khususnya terkait kerusakan yang terjadi di padang lamun, merupakan salah satu aspek terpenting dalam mengukur emisi di ekosistem ini. Sedangkan mangrove, pengukuran emisi di ekosistem ini telah dilaporkan pada inventarisasi gas rumah kaca dan program penurunan emisi dari deforestasi dan degradasi hutan (REDD+),” terang Budi. (Hartatik)

Foto banner: hutan mangrove di Konservasi Laguna Kawasan Segara Anakan Cilacap (Kolak Sekancil), Dusun Lempong Pucung Desa Ujung Alang, Kecamatan Kampung Lau, Jawa Tengah. Mangrove dianggap sebagai karbon biru karena memiliki potensi dalam penyerapan jumlah karbon yang lebih tinggi secara alami. (Hartatik)

Like this article? share it

More Post

Receive the latest news

Subscribe To Our Weekly Newsletter

Get notified about new articles