Pemerintah siapkan regulasi pendukung percepat adopsi biodiesel B100

Jakarta – Pemerintah Indonesia sedang mempersiapkan regulasi pendukung guna mempercepat adopsi biodiesel B100 atau biodiesel dengan komposisi 100% Fatty Acid Methyl Ester (FAME) dari minyak sawit. Langkah ini diambil sebagai upaya mewujudkan ketahanan energi berbasis sumber daya terbarukan dan mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil.

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menyatakan bahwa pemerintah telah menyusun rencana implementasi biodiesel secara bertahap, dimulai dari B35 yang telah diberlakukan, hingga B100 sebagai target akhir.

“Kami mempersiapkan semua tahapan menuju B100, namun tentu ini memerlukan proses bertahap dan penelitian mendalam untuk memastikan kesiapan teknologi serta infrastruktur,” ungkap Bahlil dalam keterangan resmi, Selasa, 5 November.

Indonesia baru menggunakan campuran biodiesel B35, yang terdiri dari 35% FAME dan 65% bahan bakar diesel. Pemerintah menargetkan untuk meningkatkan penggunaan biodiesel menjadi B40 pada awal tahun depan. “Insyaallah, implementasi B40 mulai 1 Januari 2025. Uji coba dan persiapan sudah selesai dilakukan,” tambahnya.

Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Eniya Listiani Dewi juga menyatakan kesiapan pemerintah untuk menjalankan program B40, termasuk dalam mempersiapkan infrastruktur penunjang. “Persiapan ini tidak hanya mencakup produksi, tetapi juga transportasi, logistik, dan pelabuhan. Semua harus siap pada Desember 2024,” jelas Eniya.

Selain B40, pemerintah juga berencana mengembangkan biodiesel B50. Uji coba lapangan untuk biodiesel B50 sudah dilakukan di Kalimantan Selatan. “Pengujian ini untuk memastikan mesin-mesin dapat beroperasi optimal dengan bahan bakar FAME yang lebih tinggi,” kata Eniya.

Meski B100 menjadi tujuan akhir dari program biodiesel ini, Menteri Bahlil mengakui bahwa untuk mencapai target tersebut, pemerintah dan industri menghadapi tantangan. Peningkatan kapasitas produksi biodiesel hingga B100 memerlukan investasi besar serta dukungan teknologi canggih yang sesuai standar internasional. “Kami perlu memastikan industri dapat memenuhi kualitas yang kompetitif secara global, termasuk investasi pada peralatan dan teknologi yang sesuai,” tambah Bahlil.

Pemerintah terus mendorong sektor industri untuk berpartisipasi dalam investasi dan inovasi teknologi guna mendukung transisi ke bahan bakar ramah lingkungan. Dukungan ini dilakukan dengan penyusunan regulasi yang ramah investasi serta pendampingan teknis agar industri dapat beradaptasi dengan standar baru.

Bahlil menjelaskan bahwa peningkatan penggunaan biodiesel diharapkan memberi dampak positif bagi perekonomian Indonesia melalui penurunan ketergantungan impor bahan bakar fosil dan peningkatan nilai tambah komoditas lokal, seperti minyak sawit. “Dengan meningkatnya permintaan minyak sawit untuk biodiesel, kesejahteraan petani sawit diharapkan juga ikut terdongkrak,” tuturnya.

Upaya pemerintah dalam mempercepat transisi biodiesel ini sejalan dengan visi keberlanjutan dan ketahanan energi nasional. Jika implementasi biodiesel B100 berjalan sesuai rencana, Indonesia berpotensi menjadi negara pertama di Asia Tenggara yang menggunakan biodiesel secara penuh. (Hartatik)

Like this article? share it

More Post

Receive the latest news

Subscribe To Our Weekly Newsletter

Get notified about new articles